Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman (Ejaan EYD : Sudirman) merupakan salah satu pahlawan besar yang telah ikut berjuang dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkraman penjajah. Dengan segala keyakinannya hingga tetes darah terakhir, Jenderal Sudirman bersama pasukannya tidak pernah menunjukkan kata menyerah, bahkan ketika Presiden RI Soekarno mengirim utusannya untuk membujuk Sudirman yang sedang sakit parah namun tetap bergerilya agar kembali ke kota untuk menjalani perawatan intensif tidak berhasil membawa Sudirman kembali.
Sudirman mengaku senang berjuang bersama prajuritnya, sehingga dalam keadaan apapun, Ia tidak akan meninggalkan pasukannya berjuang sendiri. Tekad yang bulat dari Sudirman inilah yang akhirnya memberikan moril kuat bagi prajuritnya untuk terus setia berperang bersama Sudirman.
Sosok yang aktif di Kepanduan
Sudirman adalah sosok yang dikenal agamis karena dibesarkan di lingkungan taat. Dimasa mudanya, Ia aktif dalam berbagai organisasi keislaman seperti Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) sampai dengan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Muhammadiyah. Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi sekaligus kecintaannya pada agama membuat Sudirman dihormati banyak orang.
Selama menjadi Panglima Besar, diberbagai kesempatan Sudirman selalu mengingatkan pada prajuritnya agar senantiasa ingat dengan Tuhan YME dan tidak semena-mena pada rakyat. Sudirman melihat TNI adalah bagian dari rakyat dan besar karena rakyat, sehingga kedekatan antara TNI dan rakyat harus tetap terjalin baik.
Sudirman Melawan PKI Madiun
Ketika TNI sedang gencar-gencanya melawan aksi polisionil Belanda yang dikenal dengan nama Agresi Belanda ke II di Jawa Tengah. Pada 18 September 1948, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya kabar pemberontakan PKI di Madiun dibawah pimpinan Muso.
Presiden Soekarno kemudian memanggil Sudirman dan AH. Nasution ke istana negara di Yogyakarta untuk membicarakan strategi penumpasan PKI. Tidak ketinggalan dalam rapat tersebut juga hadir Sultan Hamengkubuwono IXX.
TNI yang saat itu masih bernama Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), kemudian oleh Sudirman diperintahkan menuju Madiun dibawah pimpinan Letkol Soeharto selaku Komandan Brigade X untuk melakukan penumpasan sekaligus menangkap para tokoh utamanya.
Sesampainya di Madiun, APRI kemudian melakukan pergerakan untuk menyerang kantong-kantong yang diduduki PKI. Dari penyergapan tersebut, APRI berhasil melucuti persenjataan Front Demokrasi Rakyat (Salah satu underbow PKI) dimana dalam tubuh front ini juga ditangkap pentolan PKI seperti Djoko Sudjono, Alimin, Tan Ling Djie, Abdul Madjid, Saiuw Giok Tjan dan Sakirman.
Selanjutnya Sudirman mengirim pasukan Brigade 2 Siliwangi dibawah pimpinan Letkol Sadikin untuk memperkuat pasukan yang ada dan merebut kota Madiun dari tangan Pemberontakan PKI. Sementara itu, Jenderal Sudirman juga mengirim pasukan ke Pati, Kudus dan Blora karena wilayah tersebut juga sebagian dikuasai oleh PKI.
Jenderal Sudirman memberikan waktu kepada pasukan-pasukan yang diutus untuk menumpas Pemberontakan baik di Madiun maupun sekitar wilayah Pati selama kurang lebih 2 minggu. Dalam waktu yang cukup singkat akhirnya pasukan militer Indonesia berhasil menumpas seluruh pemberontakan tersebut. Pemberontakan PKI dapat di tumpas hingga akar-akarnya dan kemudian para tokoh pentolan PKI termasuk Muso ditangkap. Selesainya operasi penumpasan tersebut maka pemberontakan PKI berakhir.
Kisah tentang sulitnya membujuk Sudirman kembali ke kota
Di saat para pemimpin republik sudah kembali ke Ibu Kota (Yogya) pasca peristiwa “Yogya Kembali” 29 Juni 1949, Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman ternyata belum berkenan untuk turun gunung dari medan gerilya.
Hal itu dikarenakan Sudirman masih belum yakin jika Yogya benar-benar aman dari Belanda. Presiden Soekarno beberapa kali menyurati Sudirman namun selalu tidak berhasil membujuknya, begitu pun surat-surat lain dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Kolonel Gatot Soebroto tak satupun yang berhasil.
Sudirman memang sosok yang sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan dan cermat, sehingga wajar jika Ia selalu waspada karena tidak ingin Ia dan pasukannya terjebak dalam siasat licik Belanda untuk yang kesekian kali. Itu sebabnya Sudirman sering memerintahkan ajudan I Kapten Soepardjo Roestam, untuk terus mencari perkembangan informasi tentang keadaan Yogyakarta termasuk kondisi setiap front dari Komandan Brigadenya.
Saat itu Komandan Brigade X Letkol Soeharto juga turut menyambangi basis gerilya Jenderal Soedirman di sebuah hutan dekat Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta, kemudian membujuk Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta, lantaran sangat dibutuhkan kehadirannya di Ibu Kota.
Tanggal 10 Juli 1949, Soedirman akhirnya bersedia turun gunung dijemput langsung oleh Letkol Soeharto untuk diantar menemui Presiden Soekarno.
***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando