Kopassus, merupakan salah satu Bala Pertahanan Pusat (Balakpus) yang dimiliki TNI AD dengan tugas khususnya yaitu melakukan operasi pengintaian jarak jauh, misi sabotase dan menghancurkan sasaran strategis terpilih yang dapat mempengaruhi psikologis musuh.
Menggerakkan Kopassus tidak seperti menggerakkan pasukan reguler, karena fungsi dan sifatnya yang khusus maka hanya Panglima TNI yang bisa menggerakkannya. Begitu juga dengan formasi tempurnya, jika pasukan reguler bergerak dalam hubungan regu dengan jumlah personel 10 - 11 orang, maka Kopassus bisa bergerak dalam hubungan tim kecil yaitu 3 - 4 orang.
Doktrin dan tempaan yang kuat selama menjalani pendidikan maupun latihan membuat mental prajurit Kopassus terlatih dan tidak mudah kendor. Bahkan, doktrin yang ditanamkan sehari-hari cenderung membuat mereka seperti mesin perang mematikan yang siap dikirim ke berbagai wilayah konflik.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus yang dulunya masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) kerap terlibat dalam berbagai operasi dalam negeri maupun luar negeri, seperti operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, operasi Trikora, operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, dan yang terbaru pembebasan sandera di kampung Banti Timika Papua.
Selain operasi yang bersifat terbuka, Kopassus juga pernah dilibatkan dalam operasi tertutup (rahasia) seperti menyusup ke pulau Galang Batam, dimana pulau tersebut adalah tempat para pengungsi asal Vietnam yang melarikan diri paska perang saudara antara Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan tahun 1979. Disana tim kecil Kopassus secara diam - diam melakukan pendekatan dan menggali informasi yang dibutuhkan oleh Central Inteligent Agency (CIA) AS. Selain di Pulau Galang, Kopassus pernah disusupkan ke Malaysia dan Australia untuk pengumpulan data intelijen yang diperlukan TNI. Begitu juga operasi Kopassus di Papua Nugini, yakni menangkap dua agen rahasia Australia yang secara diam-diam mensuplai persenjataan kepada Organisasi Papua Medeka (OPM).
Banyaknya operasi khusus yang dilakoni Kopassus dimana semuanya berbuah keberhasilan tentu menjadi suatu penilaian tersendiri dan menempatkan Kopassus sebagai salah satu pasukan khusus dengan kemampuan terbaik di dunia.
Terinspirasi Korps Speciale Troepen (KST)
Awal mula berdirinya Kopassus berasal dari keinginan A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi yang ingin memiliki pasukan khusus sehebat Korps Speciale Troepen (KST) yaitu pasukan komando milik Belanda yang dikerahkan untuk menghadapi pasukan TNI di Maluku. Saat itu TNI yang belum memiliki pasukan khusus mengaku kesulitan menghadapi serangan-serangan KST yang begitu cepat dan terorganisir kemudian menghilang begitu saja. Tidak hanya itu, kemampuan menembak jarak jauhnya juga cukup piawai sehingga tidak sedikit TNI harus kehilangan prajuritnya.
Sekembalinya dari operasi penumpasan RMS di Maluku, Kolonel A.E. Kawilarang kemudian dilantik menjadi Panglima Territorium III/Siliwangi. Selagi menjabat sebagai Panglima Territorium III/Siliwangi, Ia ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Riyadi yang gugur saat menghadapi RMS untuk memiliki pasukan khusus serupa dengan KST. Namun Kolonel A.E. Kawilarang bingung, karena tidak tahu siapa yang sanggup melatih pasukannya agar berkualifikasi komando. Hingga akhirnya dia mendengar adanya seorang mantan pasukan komando KST yaitu Kapten Rokus Bernardus Visser yang pensiun dini dan menetap menjadi WNI.
Kapten Visser yang sudah berganti nama menjadi Moch Idjon Djanbi dan menjalani hidup tenang sebagai petani bunga di Lembang kemudian dibujuk untuk melatih embrio pasukan khusus TNI dengan dirinya sebagai Komandan berpangkat Mayor. Tepat pada 16 April 1952, kesatuan pasukan komando tersebut akhirnya resmi terbentuk dan berdiri dengan nama Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT) dimana jumlah kekuatannya setingkat satu kompi.
Keberhasilan pasukan Komando Siliwangi di bawah pimpinan Mayor Idjon Djanbi ketika melumpuhkan gerakan pemberontakan DI/TII telah menarik perhatian Jakarta. Markas Besar TNI AD kemudian mengembangkannya menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 9 Februari 1953. Saat menghadapi pemberontakan DI/TII, Idjon Djanbi sempat terluka sehingga perannya dalam penumpasan digantikan oleh Mayor RE Djailani.
Sekembalinya dari operasi penumpasan RMS di Maluku, Kolonel A.E. Kawilarang kemudian dilantik menjadi Panglima Territorium III/Siliwangi. Selagi menjabat sebagai Panglima Territorium III/Siliwangi, Ia ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Riyadi yang gugur saat menghadapi RMS untuk memiliki pasukan khusus serupa dengan KST. Namun Kolonel A.E. Kawilarang bingung, karena tidak tahu siapa yang sanggup melatih pasukannya agar berkualifikasi komando. Hingga akhirnya dia mendengar adanya seorang mantan pasukan komando KST yaitu Kapten Rokus Bernardus Visser yang pensiun dini dan menetap menjadi WNI.
Kapten Visser yang sudah berganti nama menjadi Moch Idjon Djanbi dan menjalani hidup tenang sebagai petani bunga di Lembang kemudian dibujuk untuk melatih embrio pasukan khusus TNI dengan dirinya sebagai Komandan berpangkat Mayor. Tepat pada 16 April 1952, kesatuan pasukan komando tersebut akhirnya resmi terbentuk dan berdiri dengan nama Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT) dimana jumlah kekuatannya setingkat satu kompi.
Keberhasilan pasukan Komando Siliwangi di bawah pimpinan Mayor Idjon Djanbi ketika melumpuhkan gerakan pemberontakan DI/TII telah menarik perhatian Jakarta. Markas Besar TNI AD kemudian mengembangkannya menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 9 Februari 1953. Saat menghadapi pemberontakan DI/TII, Idjon Djanbi sempat terluka sehingga perannya dalam penumpasan digantikan oleh Mayor RE Djailani.
Seiring dengan berjalannya waktu, Tanggal 25 Juli 1955 organisasi
KKAD ditingkatkan setingkat resimen sehingga namanya berubah menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD),
yang tetap dipimpin oleh Mayor Idjon Djanbi.
Tahun 1959 unsur-unsur tempur
dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula
Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Saat itu organisasi militer ini telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin
Nasution.
***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando