Infokomando - Jika Inggris memiliki Special Air Service (SAS) yang dikenal tangguh dan mahir dalam bertempur jarak dekat maka Indonesia memiliki Sat-81 Kopassus yang juga tidak kalah terlatihnya. Sat-81 Kopassus yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan Den-81 Gultor sering dilibatkan dalam berbagai macam operasi khusus seperti pembebasan sandera di Woyla, Penangkapan agen rahasia Australia sampai dengan pengejaran tokoh teroris Nordin M. Top dan kawannya.
Perubahan nama dari Den-81 Gultor menjadi Sat-81 Kopassus dikarenakan satuan tersebut sudah mengalami peningkatan kemampuan yang tidak hanya pada aspek penanggulangan teror saja tapi lebih luas cakupannya.
Seorang perwira menengah di Sat 81 pernah menceritakan tentang sejarah perubahan nama Sat 81 Gultor menjadi Sat 81 Kopassus. Menurut perwira tersebut bahwa ancaman teror saat ini sudah tidak lagi seperti tahun 70/80 an dimana kelompok teroris cenderung melibatkan sandera dan minta tebusan.
Dengan bergantinya pola ancaman maka berubah juga pola dan strategi Sat 81 dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman teror yang terjadi di tanah air. Peristiwa WTC di Amerika Serikat tahun 2001 juga menjadi salah satu dasar dirombaknya pola latihan dan peningkatan kualifikasi satuan ini. Secara spesifik tidak dibocorkan apa saja peningkatan kemampuan satuan yang identik dengan uniform gelap ini tapi salah satunya adalah Cyber War.
Hanya menyasar target yang bernilai strategis dan terpilih
Sebagai satuan elit berkemampuan khusus dan mengandalkan kecepatan dalam bertindak tentu penggunaannya juga tidak asal-asalan seperti harus terlibat dalam perang terbuka layaknya pasukan reguler. Satuan khusus ini hanya dapat digerakkan pada lingkup terbatas seperti perang kota dimana ruangnya terbatas pada sektor gedung, pesawat dan ruang lainnya. Selain itu sasarannya pun juga terpilih dan bernilai strategis.
Tuntutan pada satuan ini adalah kecepatan operasi, jadi tidak ada ceritanya satuan ini diturunkan kemudian memakan waktu sampai berjam-jam atau berhari-hari, targetnya adalah hitungan menit.
Keterlibatan Kopassus dalam operasi Tinombala di Poso yang memakan waktu berbulan-bulan adalah operasi lawan insurjen dan bukan operasi anti teror, sehingga satuan yang dilibatkan adalah satuan Kopassus para komando yang diambil dari Grup 1, Grup 2 dan Grup 3.
Menurut sejarahnya satuan ini dibentuk tahun 1982 dibawah pimpinan Mayor Inf Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Komandan Satuan (Dansat) dan Kapten Inf Prabowo Subianto sebagai Wakil Komandan. Agar memiliki kualifikasi satuan anti teror, keduanya diberangkatkan ke Jerman untuk menempuh pendidikan anti teror yaitu di Grenzschutzgruppe-9 (GSG) dan sekembalinya ke Indonesia mereka diminta menunjuk personel yang tepat dari Kopasandha untuk dijadikan sebagai unit anti teror (Den 81 Gultor) yang sekarang menjadi Sat 81 Kopassus.
Sat 81 Kopassus merupakan satuan paling progresif di dunia dan termasuk satuan kedua di dunia setelah GSG-9 pengguna terbanyak senjata produk Heckler dan Koch seperti HK MP5. Memiliki kemampuan sabotase serta berkualifikasi trimedia (darat, laut dan udara). Tidak hanya itu, Sat 81 Kopassus juga memiliki unit yang berkemampuan frogmen layaknya Kopaska.
Sama seperti pasukan khusus anti teror pada umumnya, mereka tidak bisa digerakkan begitu saja tanpa persetujuan Panglima TNI karena sifatnya yang khusus.
Saat maraknya aksi terorisme berupa pengeboman atau bom bunuh diri, satuan ini juga pernah terlibat dalam pengejaran secara senyap terkait keberadaan pelaku (otak intelektual) yang berada dibalik serangkaian pengeboman di tanah air yaitu Nurdin M. Top dan Dr. Azhari.
Tidak banyak referensi yang mengulas tentang kiprah pasukan khusus berkualifikasi anti teror ini karena sifat penggunaannya yang lebih ke arah fungsi intelijen. Dengan begitu tentu publikasinya pun juga sangat terbatas.
***
Foto : Istimewa
Penulis : Arsen
Sumber : Infokomando
Perubahan nama dari Den-81 Gultor menjadi Sat-81 Kopassus dikarenakan satuan tersebut sudah mengalami peningkatan kemampuan yang tidak hanya pada aspek penanggulangan teror saja tapi lebih luas cakupannya.
Seorang perwira menengah di Sat 81 pernah menceritakan tentang sejarah perubahan nama Sat 81 Gultor menjadi Sat 81 Kopassus. Menurut perwira tersebut bahwa ancaman teror saat ini sudah tidak lagi seperti tahun 70/80 an dimana kelompok teroris cenderung melibatkan sandera dan minta tebusan.
Dengan bergantinya pola ancaman maka berubah juga pola dan strategi Sat 81 dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman teror yang terjadi di tanah air. Peristiwa WTC di Amerika Serikat tahun 2001 juga menjadi salah satu dasar dirombaknya pola latihan dan peningkatan kualifikasi satuan ini. Secara spesifik tidak dibocorkan apa saja peningkatan kemampuan satuan yang identik dengan uniform gelap ini tapi salah satunya adalah Cyber War.
Hanya menyasar target yang bernilai strategis dan terpilih
Sebagai satuan elit berkemampuan khusus dan mengandalkan kecepatan dalam bertindak tentu penggunaannya juga tidak asal-asalan seperti harus terlibat dalam perang terbuka layaknya pasukan reguler. Satuan khusus ini hanya dapat digerakkan pada lingkup terbatas seperti perang kota dimana ruangnya terbatas pada sektor gedung, pesawat dan ruang lainnya. Selain itu sasarannya pun juga terpilih dan bernilai strategis.
Tuntutan pada satuan ini adalah kecepatan operasi, jadi tidak ada ceritanya satuan ini diturunkan kemudian memakan waktu sampai berjam-jam atau berhari-hari, targetnya adalah hitungan menit.
Keterlibatan Kopassus dalam operasi Tinombala di Poso yang memakan waktu berbulan-bulan adalah operasi lawan insurjen dan bukan operasi anti teror, sehingga satuan yang dilibatkan adalah satuan Kopassus para komando yang diambil dari Grup 1, Grup 2 dan Grup 3.
Menurut sejarahnya satuan ini dibentuk tahun 1982 dibawah pimpinan Mayor Inf Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Komandan Satuan (Dansat) dan Kapten Inf Prabowo Subianto sebagai Wakil Komandan. Agar memiliki kualifikasi satuan anti teror, keduanya diberangkatkan ke Jerman untuk menempuh pendidikan anti teror yaitu di Grenzschutzgruppe-9 (GSG) dan sekembalinya ke Indonesia mereka diminta menunjuk personel yang tepat dari Kopasandha untuk dijadikan sebagai unit anti teror (Den 81 Gultor) yang sekarang menjadi Sat 81 Kopassus.
![]() |
Grenzschutzgruppe 9 (GSG 9) adalah unit taktis operasi khusus anti-terorisme elit dari kepolisian Federal Jerman |
Sama seperti pasukan khusus anti teror pada umumnya, mereka tidak bisa digerakkan begitu saja tanpa persetujuan Panglima TNI karena sifatnya yang khusus.
Saat maraknya aksi terorisme berupa pengeboman atau bom bunuh diri, satuan ini juga pernah terlibat dalam pengejaran secara senyap terkait keberadaan pelaku (otak intelektual) yang berada dibalik serangkaian pengeboman di tanah air yaitu Nurdin M. Top dan Dr. Azhari.
Tidak banyak referensi yang mengulas tentang kiprah pasukan khusus berkualifikasi anti teror ini karena sifat penggunaannya yang lebih ke arah fungsi intelijen. Dengan begitu tentu publikasinya pun juga sangat terbatas.
***
Foto : Istimewa
Penulis : Arsen
Sumber : Infokomando