Banyak Yang Tua, Modernisasi Alutsista TNI Harus Segera Dilakukan Menyeluruh


Infokomando - Anggaran militer Indonesia memang kurang untuk menjawab kebutuhan TNI. Sehingga agenda prioritas peremajaan alutsista bermacam-macam.

Kecelakaan yang menimpa KRI Nanggala-402 dan 53 awak prajurit TNI memunculkan dorongan dukungan kepada pemerintah untuk mengevaluasi kualitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia.

Persoalan alutsista, mengutip Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat memberi keterangan pers terkait musibah KRI Nanggala-402 di Pangkalan TNI AU Ngurah Rai, Bali, Kamis (22/4/2021), pemerintah menghadapi dilema, yaitu harus mengutamakan pembangunan kesejahteraan sekaligus menjaga kemampuan pertahanan agar kedaulatan negara tidak diganggu.

Pengamat Militer ISESS Khairul Fahmi, menjelaskan urgensi penggantian alutsista yang harus dilakukan Indonesia ini tidak hanya perlu didorong, tapi juga harus menjawab kebutuhan. Seperti kapal selam Indonesia harusnya memiliki 12 kapal selam. Saat ini kapal selam yang dimiliki Indonesia hanya tersisa 4 semenjak KRI Nanggala mengalami insiden di perairan Bali. Dan dari 4 itu hanya 3 yang siap operasional dikarenakan KRI Cakra 401 dalam proses overhaul.

"Selain agenda peremajaan juga harus ada agenda optimalisasi, artinya kapal yang sudah tua pun harus dipergunakan tidak berlebihan dan perawatannya harus dijaga dengan sebaik-baiknya," kata Khairul kepada CNBC Indonesia, Senin (26/4/2021).

Khairul melihat anggaran militer Indonesia saat ini memang kurang untuk bisa menjawab kebutuhan TNI. Sehingga agenda prioritas peremajaan alutsista TNI bermacam-macam. Tidak hanya pada kapal laut saja atau selam, tapi juga ada pesawat, drone juga persenjataan lainnya.

Kapal selam KRI Alugoro 403 selesai dibangun

"Artinya peremajaan Alutsista TNI harus dilakukan dengan skala prioritas terukur karena anggaran terbatas. Sementara antara dari anggaran kementerian pertahanan Rp 136 triliun itu tidak semua digunakan untuk membeli persenjataan, 50% anggarannya digunakan untuk kebutuhan di luar persenjataan," kata Khairul.

Belum lagi dengan adanya persoalan orientasi kebijakan, dalam arti sinkronisasi pembelian dan integrasi. Khairul mencontohkan tiap ada pergantian pemerintahan agenda pembelian senjatanya ikut berubah.

"Intinya untuk pembelian (Alutsista) harus jelas dan jangan tidak berkesinambungan antara era (pemerintahan), road map yang disusun pun juga harus jelas dan tidak berubah ubah berdasarkan kepentingan," jelasnya.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto

Menhan pada kesempatan Kamis lalu juga sempat menyinggung hal ini. Saat itu Ia mengatakan "Presiden pernah memerintahkan saya sekitar 1 tahun lalu untuk bersama-sama pimpinan TNI menyusun draft masterplan, rencana induk, yang mana beliau menghendaki suatu rencana induk 25 tahun yang memberi pada kita suatu totalitas kemampuan pertahanan," kata Prabowo.

"Ini sedang kita rampungkan seluruhnya, kita sedang menyusun (masterplan), kita sedang memperbaiki, dan insya allah dalam 2-3 minggu ini kita akan bisa bersama dengan Panglima TNI dan semua kepala staf kita rampungkan lalu kita sampaikan kepada bapak presiden," lanjutnya.

Pengamat Militer, Connie Bakrie menekankan pentingnya MRO kapal selam Indonesia yang harus mendapat perhatian.

"Saya tekanan untuk MRO jangan cuma hangat-hangat sekarang saja, misal tiap ada bencana Angkatan bersenjata ramainya hanya seminggu, dua minggu lalu setelah itu hilang. Ini jangan main-main. Seperti warning besar saya tekanan pada masalah MRO," jelas, Connie seperti dilansir dari CNBC Indonesia, dikutip Senin (26/4/2021).

Keberadaan alutsista kapal selam sangat penting bagi pertahanan suatu negara, khususnya negara yang memiliki wilayah perairan luas seperti Indonesia. Insiden KRI Nanggala-402 adalah pengingat pentingnya peremajaan alutsista yang dimiliki TNI.

Editor : Devina | Foto : Ist | Sumber : CNBCIndonesia.com