Tidak Banyak Yang Tahu, Ternyata Ini Perbedaan Antara Raider Biasa Dengan Para Raider


Infokomando
- Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki pasukan elit terbanyak di dunia. Dengan berbagai kemampuan berspesifikasi khusus yang dimilikinya, tentu saja membuat militer Indonesia cukup disegani dunia. Sebut saja Raider, Taifib, Taipur, Kopaska sampai dengan tingkatan tertinggi yaitu Denjaka, Den Bravo 90 dan Sat 81 Kopassus.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu mantan KSAD sekaligus Menhan, bila kekuatan TNI secara teknologi belum memadai maka yang diperhebat adalah kemampuan manusianya. Untuk itu Indonesia perlu membentuk banyak sekali pasukan dengan kemampuan diatas rata-rata satuan reguler agar dapat menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan perkembangan jaman..

Tapi dari sekian banyak nama-nama pasukan yang berkualifikasi elit tersebut, ada satu yang menarik untuk dibahas yaitu Raider.

Raider disebut sebagai pasukan elit, karena satuan ini selain memiliki kemampuan anti-gerilya, perang kota, mobil udara (Mobud) dan anti teror, Satuan Raider juga memiliki pengalaman operasi tempur yang terbilang prestis yaitu berhasil menetralisir Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2004 lalu dan membunuh salah satu Panglima tertingginya yang bernama Ishak Daud.

Saat itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu selaku Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengungkapkan jika pasukan berlambang petir ini dibentuk sebagai jawaban untuk menuntaskan pemberontakan GAM yang dipandangnya sudah sangat meresahkan. Tidak hanya itu, Raider juga dipersiapkan untuk menghadapi ancaman perang modern yang berpotensi dilakukan oleh negara-negara agresor.

Unit penanggulangan teror (Gultor) Raider

Saat awal pembentukannya tahun 2003 lalu, sebanyak delapan satuan yonif pemukul Kodam dan dua satuan yonif milik Kostrad dibekukan oleh KSAD untuk ditingkatkan menjadi satuan berkemampuan Raider. Nama-nama satuan tersebut adalah Yonif Linud 100/BB, Yonif 145/Bhakti Nagara, Yonif 327, Yonif 401 Banteng Raider, Yonif 507/Sikatan, Yonif Linud 612/Modang, Yonif Linjud 700 Wira Yudha Sakti, Yonif 741/ Satya Bhakti, Yonif 323/ Buaya Putih, dan Yonif 412/Bharata Eka Sakti.

Namun seiring dengan berkembangnya ancaman ditambah dengan banyaknya prestasi yang diperoleh oleh satuan-satuan yang berkualifikasi Raider ini. Pada tahun 2013 lalu TNI AD dibawah pimpinan Jenderal TNI Moeldoko akhirnya kembali menambah tiga batalyon infanteri untuk ditingkatkan menjadi batalyon Raider yakni Yonif 411/Pendawa Divif 2 Kostrad, Yonif 111/Karma Bakti Kodam Iskandar Muda dan Yonif 641/Beruang Hitam Kodam XII/Tanjungpura. 

Banteng Raider

Sebenarnya jauh tahun sebelumnya sekitar 1952, TNI AD sudah pernah memiliki tiga batalyon berkualifikasi Raider yang bermarkas di Jawa Tengah. Nama ketiga satuan batalyon tersebut adalah Yonif Linud 436 "Banteng Raider I", Yonif 454 "Banteng Raider II" dan Yonif 441 "Banteng Raider III". Tujuan dibentuknya Banteng Raider saat itu oleh Letkol Ahmad Yani adalah untuk melawan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.

Akan tetapi tahun 1963, Yonif 441 BR III dilebur menjadi batalyon RPKAD dan kemudian disusul Yonif Linud 434 BR I pada tahun 1965 atas permintaan Letkol Sarwo Edhie kepada Letjend Ahmad Yani yang saat itu sudah menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangad) dengan alasan untuk memperkuat satuan RPKAD yang sedang bertempur di perbatasan Malaysia.

Sedangkan untuk Yonif 454 BR II diputuskan tetap menjadi bagian dari Kodam Diponegoro. Yonif 454 BR II inilah yang suatu ketika kemudian berhasil dimanfaatkan oleh sejumlah oknum Perwira TNI AD yang terpengaruh oleh PKI lalu dibawa ke Jakarta untuk bertempur melawan pasukan RPKAD di Hek.

Kembali ke topik awal, keberadaan pasukan berkualifikasi Raider memang tidak bisa diremehkan mengingat kemampuan bertempurnya yang ada diatas rata-rata batalyon infanteri reguler lainnya. Prajurit TNI AD yang terpilih mengikuti seleksi Raider harus menjalani tiga tahap latihan (tahap basis, gunung hutan dan rawa laut) yang cukup berat di Batujajar, Bandung Jabar.

Prajurit Raider saat latihan Ralasuntai

Pendidikan Raider dilakukan selama enam bulan dibawah pengawasan langsung para pelatih dari korps baret merah Kopassus. Seperti halnya pendidikan Kopassus, selama pendidikan mereka diharuskan melepas tanda pangkat yang tersemat di seragamnya. Hal ini bertujuan agar selama pendidikan di Batujajar mereka akan memiliki jiwa senasib sepenanggungan dan kesetaraan sesama kawan. Tidak peduli Perwira, Bintara ataupun Tamtama semuanya mendapat perlakuan sama.

Perbedaan prajurit berkualifikasi Raider dengan Para Raider
Meskipun keduanya sama-sama memiliki kualifikasi Raider, namun terdapat perbedaan yang mencolok diantara keduanya. Jika prajurit berkualifikasi Raider dibekali kemampuan perang modern, anti gerilya, anti teror dan mobil udara, maka untuk Para Raider ditambah kemampuan lintas udara (Linud) dimana kemampuan ini banyak dimiliki oleh satuan dari Kostrad.

Yonif Para Raider 501/Bajra Yudha Kostrad bersiap latihan terjun payung (Linud)

Diungkapkan oleh Kapen Kostrad Letkol Agus Bhakti pada 2015 lalu, jika satuan Raider pada umumnya hanya dimobilisasi menggunakan mobil udara (Mobud) seperti helikopter, maka untuk Para Raider selain bisa diterjunkan menggunakan helikopter juga bisa menggunakan pesawat terbang.

Dibentuknya pasukan Raider ini merupakan jawaban TNI AD untuk menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks. Disamping mampu melaksanakan berbagai operasi taktis dalam rangka Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer selain Perang (OMSP), pasukan Raider juga dituntut harus mampu melaksanakan operasi khusus Raid penghancuran dan Raid pembebasan Sandera atau tawanan baik itu berbentuk ancaman non tradisional bersifat lintas negara maupun isu-isu keamanan yang timbul di dalam negeri.

Penulis : Devina | Foto : Ist