Pengalaman Masuk Kapal Selam KRI Nanggala-402: Hati-hati Kepala Anda!


Infokomando - Suasana sore itu cukup cerah. Lambok E.M. Hutabarat, seorang desainer grafis di Jakarta, masih ingat betul benda yang ia lihat dan kemudian ia naiki di pelabuhan Tanjung Priok sore itu. Benda besar itu adalah kapal selam KRI Nanggala-402.

Banyak orang pernah naik kapal laut. Namun, tidak banyak yang pernah naik kapal selam. Apalagi, kapal selam militer.

Sebagai warga sipil pencinta alat-alat militer, Lambok cukup beruntung bisa berkesempatan naik dan masuk ke dalam KRI Nanggala-402. Waktu itu ia bersama beberapa orang lainnya—berjumlah tak sampai total jari dua tangan—dari kelompok Angkasa Readers Community dan orang-orang lain non-komunitas dekat dengan komandan kapal selam tersebut. Mereka dipersilakan masuk ke dalam kapal yang sedang bersandar di pelabuhan itu.

"Waktu itu tanggal 8 Desember 2014, jadi udah lama banget. Di Tanjung Priok kan ada markas Kolinlamil, Komando Lintas Laut Militer yang bagian barat," tutur Lambok kepada National Geographic Indonesia, Kamis, 22 April 2021.

Pintu masuk kapal selam

Lambok masuk ke dalam kapal selam itu dan kemudian masuk ke banyak ruangan di dalamnya, meski tidak ke semua ruangan. "Begitu masuk dari palkanya, ruangan di bawah itu, kemudian ke ruangan torpedo, kemudian ke kamar-kamar. Sempet ke dapur juga. Ada juga ke ruang briefing terus ke ruang periskop. Yang lama sih berada di ruang perisko itu karena itu ruang komandonya," ujar Lambok mengenang kembali pengalamannya.

Menurut Lambok, setidaknya ada dua pintu masuk atau lubang masuk di kapal selam tersebut. Pertama, lubang masuk di atas anjungan yang menjulang tinggi. Kedua, lubang masuk di sisi anjungan yang langsung mengarah ke lorong lantai 1 atau Lombok menyebutnya sebagai lantai dasar. Ada dua tingkat lorong di dalamnya, yakni lantai dasar dan lantai basement, begitu sebutan Lambok untuk memudahkan perincian.

"Di situ secara keseluruhan sempit sekali. Karena memang kapalnya juga kecil ya. Tidak ada batasan tinggi pelaut yang masuk kapal itu, tapi disarankan yang tidak terlalu tinggi, kata komandannya, agar tidak selalu kepentok-pentok kepalanya," ucap Lambok.

Bagian mesin kapal selam

Kapal selam KRI Nanggala-402 merupakan kapal tua buatan pabrik Jerman tahun 1981. Kapal tipe U-209/1300 ini hanya memiliki lebar 6,3 meter dan tinggi 5,5 meter. Tinggi itu di luar bagian anjungannya, yang tingginya kira-kira 5 meter juga.

Adapun panjang kapal ini, yang terbagi menjadi banyak ruangan di lorong dasar dan lorong basement-nya, adalah sekitar 59,5 meter. Di bagian paling belakang adalah ruang mesin, sedangkan paling depan adalah ruang torpedo dan sonar.

Secara umum, ruangan-ruangan yang ada di dalam kapal seberat 1.395 ton itu memang sempit. "Dapur memang sempit, ruang makan yang jadi satu dengan ruang briefing juga sempit, dan hanya komandan atau kelasi-kelasi atas saja yang bisa makan di situ," tutur Lambok.

Sewaktu masuk ke sana, ia juga melihat ada tempat-tempat tidur kelasi bawah yang ditaruh di antara tabung-tabung berisi torpedo. "Tapi kalau misalkan, battle stations, siaga satu, itu bersih semua—ruang torpedo dari tempat tidur."

Meski semua ruangan atau kompartemen di dalam kapal selam itu terkesan sempit, Lambok mengatakan bahwa suasana di dalamnya cukup nyaman. "Cukup dingin, kayak ada AC. Adem lah. Nggak pengap," katanya.

Pencahayaan yang dipakai di dalam adalah lampu berwarna putih. "Gua tadinya ngebayangi masuk ke dalam bakal gelap. Tapi ternyata pencahayaannya sangat cukup, kayak di dalam kantor," tutur Lambok yang dulu pernah bekerja sebagai Art Director National Geographic Indonesia.

Bagian dalam KRI Nanggala 402

Lambok memperingatkan bahwa saat berjalan di dalam lorong kapal selam seperti itu, kita harus hati-hati, terutama saat masuk dari satu rungan ke ruangan yang lain "Jadi antarkompartemen itu ada pintu agak oval dan itu memang kecil. Kita harus menunduk dan menangkat kaki agak tinggi. Seperti di film-film lah persis."

Pintu-pintu antarkompartemen atau antarkabin itu berfungsi juga sebagai pintu penyekat. Kalau salah satu ruang kabin bocor, pintu itu berfungsi sebagai pelindung agar air bocorannya tak merembet ke kabin lain.

Semua ruang kabin di dalam kapal selam itu sebenarnya cukup luang, meski sempit. Namun, kondisi berbeda saat Lambok masuk ke dalam ruang komando. Di ruang itu, kepala Lambok yang memiliki tinggi badan hanya sekitar 165 sentimeter pun jadi rawan terbentur.

"Karena di ruang komando ada yang menonjol-menonjol ke luar, semacam tuas gitu. Kalau mau jalan tuh harus miring kiri-kanan karena tiba-tiba ada tuas, interkom, atau lampu yang menonjol."

Saat Lambok masuk ke dalam KRI Nanggala-402, kapal itu terlihat sangat bersih "karena waktu itu kapalnya baru refurbished dari Belanda," ujarnya. "Jadi masih enak, di dalam nggak ada minyak, masih bersih. Semua jarum-jarum indikator penunjuk itu masih bersih, bagus."

Bagian luar KRI Nanggala 402

"Dan ketika di sana memang ada beberapa panel instrumen yang ditutup. Karena memang ada layar, ada papan keyboard, pokoknya papan instrumen yang ditutup pake selubung. Jadi kayaknya baru dipasang."

Salah satu cerita paling menarik dari para pelaut yang Lambok temui di kapal itu adalah mereka sebenarnya membawa ponsel pribadi masing-masing. Mereka kadang masih bisa berkomunikasi dengan kerabat seberang laut. "Tapi kan kalau udah masuk ke laut nggak dapat sinyal kan. Jadi kadang mereka senang kalau di tengah perjalanan kapal selam harus timbul ke permukaan laut sebentar. Nah mereka langsung membuka palka yang ada di anjungan paling tinggi itu agar dapat sinyal."

Para pelaut itu biasanya menaruh ponsel mereka di dalam plastik yang digantung di anak-anak tangga menuju lorong masuk di atas anjungan kapal tersebut. "Jadi semua orang punya kantung-kantung sendiri. Kalau dibuka palkanya, langsung dapat sinyal. Dan cuma di situ yang bisa masuk sinyal. Kalau udah di ruang kompartemen di bawah itu udah enggak dapat."

Lambok tidak tahu apakah ada di antara pelaut yang ia temui kala itu, kini masih bertugas sebagai awak kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan Bali. Meski sampai saat ini tidak ada yang tahu bagaimana keadaan 53 awaknya, bagaimanapun, semoga mereka dalam kondisi yang baik.

Editor : Devina | Foto : Ist | Sumber : Nationalgeographic.co.id