Membongkar Pemasok Senjata OPM, Kopassus Sergap Intelijen Asing di PNG

Tags

Prajurit TNI sedang patroli ralasuntai
Tidak sia-sia TNI memiliki pasukan khusus sekaliber Special Air Service (SAS) Inggris yang sudah teruji kemampuannya di segala medan. Bahkan SAS sendiri pernah berhadapan langsung dengan Kopassus di pedalaman hutan Kalimantan Barat tahun 1965 saat terjadi Konfrontasi RI – Malaysia pada masa Dwikora.

Ternyata tidak hanya SAS Inggris yang pernah berhadapan langsung dengan Kopassus, di PNG intelijen Australia pernah kena sergapan tim Kopassus yang dikirim oleh Jakarta untuk membuktikan jika persoalan Papua ada campur tangan asing yang secara diam-diam memasok senjata untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Operasi khusus penyergapan ini bermula ketika salah satu pos TNI yang berlokasi di Muaratami, Kabupaten Jayapura mendapat serangan dadakan dari OPM yang berjumlah 14 orang.  Sedangkan saat itu terdapat 16 prajurit TNI yang sedang bersiaga dari Yonif 712 Kodam Merdeka. Pasukan TNI ini sudah ditempatkan di pos tersebut sejak Mei 1984 untuk mengamankan Muaratami. Namun pada 2 Oktober 1984 sekitar pukul 16.30 WITA, pasukan TNI yang berjaga di pos itu mendapat serangan dadakan dari OPM dan peristiwa serangan inipun disiarkan langsung oleh Radio Australia.

Selama kontak tembak, pasukan TNI berhasil menjepit OPM dan mengenai salah satunya hingga tewas, sedangkan sisanya melarikan diri ke hutan meninggalkan temannya yang tertembak. Saat diperiksa mayatnya, terdapat senjata AKS-74 buatan Soviet dan bom tangan dimana semuanya masih tergolong baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan di sejumlah petinggi TNI tentang asal usul senjata-senjata itu sehingga harus dilakukan penyelidikan mendalam.

Setelah TNI melakukan penyelidikan, Pangdam Cendrawasih Brigjen Raja Kami Sembiring Meliala mendapatkan laporan intelijen jika terdapat helikopter asing yang berlalu lalang dengan pintu terbuka di daerah PNG dekat kamp pelintas batas Blackwater sekitar Vanimo. Saat melintas helikopter tersebut diketahui menjatuhkan sesuatu dari balik pintu seperti kardus makanan, selain itu juga didapati peti panjang yang diduga berisi senjata. Yang tidak lazim adalah penumpang didalamnya semuanya berkulit putih dan bukan orang asli Papua atau PNG. Hal inilah yang menjadikan kecurigaan TNI semakin kuat jika ada campur tangan asing di Papua dan harus dibuktikan. 

Pada masa itu, Australia memang diketahui kerap "usil" dengan Indonesia dan diam-diam memberikan dukungan terhadap kelompok separatis OPM. Mereka menjadikan OPM sebagai alat untuk menyerang TNI dan mengacaukan situasi di Papua agar terkesan tidak kondusif. Tidak hanya itu, secara politis kebijakan mereka juga ada kecenderungan untuk "membela" kelompok tersebut. PNG yang wilayahnya dijadikan Australia sebagai lokasi penurunan logistik untuk kelompok separatis Papua dimintai penjelasan oleh pemerintah RI, namun jawabannya tidak tahu menahu terkait aktifitas militer Australia di wilayahnya apalagi jika dikaitkan dengan pengiriman senjata kepada OPM.

Melihat kekeuh-nya PNG yang tidak mau memberikan penjelasan konkrit tentang aktifitas militer negara lain di wilayahnya, Pangdam Cendrawasih kemudian melaporkan permasalahan ini ke Mabes TNI yang saat itu masih bernama ABRI. Panglima ABRI Jenderal LB Moerdani kemudian memerintahkan salah satu pasukan komando yaitu Detasemen 81 Kopassus dan menunjuk Mayor Inf Prabowo Subianto untuk membentuk tim kecil dan dikirim ke perbatasan PNG guna mencari tahu negara mana yang diam-diam memberikan bantuan militer ke OPM.

Dari Jayapura tim kecil komando tersebut kemudian diterbangkan menggunakan helikopter menuju suatu tempat dan mereka melanjutkan misi menggunakan perahu karet ke suatu titik lokasi di wilayah PNG sekitar 50 Km dari tapal batas perbatasan RI - PNG. Hal ini untuk menghindari terdeteksinya unit kecil komando dari pantauan otoritas PNG yang dianggap kurang kooperaktif dengan Indonesia.

Operasi ini dinilai cukup berbahaya mengingat jalur yang dilintasi oleh pasukan komando memiliki banyak rintangan alam dan ketika mereka mencoba melewati jalur laut salah satu personel mereka mengalami luka cukup parah karena mempertahankan perahu dari ganasnya terjangan ombak. Apalagi mereka bergerak pada dini hari dengan jarak pandangan terbatas. Sesampainya di daratan, mereka kemudian segera mencari titik-titik lokasi yang dicurigai sebagai lokasi penimbunan senjata. Akan tetapi dihari pertama penantian mereka, hasilnya masih nihil sehingga mereka harus bersabar menunggu mangsa mereka muncul dengan terus melakukan pengendapan.

Setelah menunggu selama dua hari dua malam, akhirnya mangsa yang ditunggu muncul dengan cara sembunyi-sembunyi. Dua orang kulit putih muncul dari balik rimbunnya hutan PNG. Mereka tanpa sadar melintasi posisi pasukan Kopassus yang sedang mengintainya. Tanpa membuang waktu, kedua bule ini pun disergap. Setelah diperiksa dan diinterogasi, keduanya mengakui sebagai agen rahasia Australia.

Mereka juga menunjukkan lokasi tempat dimana helikopter milik Australia yang memasok senjata dan amunisi untuk OPM. Kedua agen Australia itu kemudian dibawa secara rahasia ke wilayah Papua, Indonesia. Kemudian, keduanya ditahan di Jakarta. Pemerintah Indonesia memberitahukan kepada Pemerintah Australia soal keterlibatan agen Negeri Kanguru itu dalam memasok senjata untuk OPM di wilayah PNG. Beberapa bulan kemudian, keduanya diekstradisi ke Australia.

Penyergapan yang dilakukan oleh pasukan khusus Indonesia ini sangat mengejutkan pihak Australia karena tidak menyangka jika operasi intelijen yang mereka gelar akan terbongkar dengan ditangkapnya dua agen mereka di PNG. Sedangkan bagi Indonesia, operasi intelijen diluar teritorial Indonesia ini merupakan suatu keberhasilan TNI dalam melakukan kontra intelijen melawan pihak-pihak yang dianggap membahayakan kedaulatan NKRI.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando