China Ikut Angkat KRI Nanggala-402, Australia Curiga Akan Dipasang Sensor Bawah Laut


Infokomando - Kapal penyelamat China sudah mulai beroperasi untuk mengangkat bangkai kapal selam KRI Nanggala 402 secara cuma-cuma. Para pengamat menyebut operasi ini adalah kemenangan halus Beijing dan memberikan kesempatan bagi China untuk memetakan wilayah perairan penting yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut China Selatan.

Indonesia telah menerima tawaran China untuk mengirim tiga kapal, termasuk kapal yang mempunyai kemampuan hidrografi Tansuo 2, untuk menarik dan mengangkat kapal selam milik TNI AL yang tenggelam di wilayah utara perairan Bali saat melakukan latihan penembakan torpedo di dekat Selat Lombok.

Dilansir dari laman Australia, Jumat (6/5), juru bicara Angkatan Laut Indonesia mengatakan Kementerian Pertahanan menerima tawaran dari Australia, Amerika Serikat, Jepang, Rusia, dan China untuk membantu mengangkat kapal selam  yang sudah terbelah menjadi tiga bagian di dasar laut dengan kedalaman 838 meter. Tapi Indonesia menerima tawaran dari Beijing karena "kapal mereka sudah dekat ke Indonesia selain itu bantuan yang ditawarkan cuma-cuma."

Pihak Indonesia membenarkan ketiga kapal penyelamat milik China dan 48 penyelam mereka sudah mulai beroperasi mengangkat kapal selam setelah kapal Tansuo tiba di pelabuhan pada Rabu lalu, tapi kapal Indonesia TImas 1201 yang juga akan membantu proses pengangkatan masih dalam perjalanan.

Dua kapal Angkatan Laut Indonesia juga berada di lokasi, kata jubir AL, seraya langsung menambahkan: "Kami perlu mengumpulkan mereka tidak sembarangan mengambil data."

Situasi Posko Crisis Center KRI Nanggala

Meski begitu, bagi sebagian kalangan, menerima tawaran China itu cukup mengherankan karena interaksi China dalam sengketa laut di kawasan dan ada kemungkinan Angkatan Laut China menempatkan alat sensor pemantau di wilayah perairan penting bagi lalu lintas pelayaran.

Sudah bukan rahasia lagi China akan mendapat banyak keuntungan dengan misi pengangkatan kapal selama ini seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar kemaritiman kepada media pemerintah China, Global Times, operasi ini akan mendukung tujuan keamanan nasional yang lebih jauh. Misi ini akan membuat China bisa "mempelajari peta geografi kemaritiman untuk kepentingan militer di kawasan itu sekaligus memperluas kerja sama internasional dan pengaruh mereka dalam hal misi penyelamatan," kata pakar tersebut.

Selat Lombok merupakan salah satu selat yang paling disukai oleh kapal selam bersenjata nuklir karena memiliki perairan yang cukup dalam dan tidak seramai Selat Malaka. Selain itu kapal di sana tidak diharuskan memperlihatkan bendera "identitas" ketika sedang melintas. Perairan itu juga sering dipakai lalu lintas barang oleh kapal-kapal Australia.

Australia tahu AS juga menawarkan bantuan sejenis, tapi mereka tidak secara cuma-cuma. Sejumlah ahli memperkirakan biaya pengangkatan kapal selam itu bisa mencapai sekitar USD 200 juta atau setara Rp 2,8 triliun dikarenakan lokasi kapal selam itu tenggelam cukup dalam.

Pengamat keamanan kawasan Malcolm Cook mengatakan kepada The Australian, bahwa "ini kali pertama China yang bukan negara maritim ikut membantu operasi penyelamatan semacam ini yang tidak pernah dilakukan oleh AS, Australia, dan Jepang yang akan memberikan bantuan kepada Indonesia di tengah situasi semacam ini."

"Kalau Anda ingin membeberkan cara bagaimana meningkatkan kekuatan diplomasi China di Indonesia, maka saya tidak tahu cara lain yang lebih baik dari ini," kata Cook. "Selat Lombok adalah kawasan yang sangat penting bagi lalu lintas kapal selam dan itu menjadi kegiatan yang sensitif dan sulit dilacak.

Cara kerja sensor bawah air

"Jika mereka bisa memetakan (perairan) daerah itu maka mereka bisa punya informasi yang lebih baik tentang kondisi terkini dasar laut dan arus di Selat Lombok dan itu bisa menguntungkan bagi kapal selam China. Jika mereka juga bisa memasang sejenis alat sensor di selat itu maka mereka bisa melacak siapa saja yang melintasi kawasan itu dan itu bisa merugikan."

Pengamat keamanan maritim di Singapura, Collin Koh mengatakan Angkatan Laut China jelas ingin menampilkan citra yang lebih lembut di kawasan sengketa Laut China Selatan (LCS) yang sejumlah pulaunya sudah mereka bangun untuk dijadikan pangkalan militer.

Koh mengatakan pengerahan kapal survei oseanografi paling canggih milik China ini menjadi peringatan karena kemampuannya termasuk "memasang sensor dan benda lain yang bisa mengirimkan data secara reguler dalam jangka waktu cukup lama."

"Menurut saya ini harus jadi perhatian semua orang. Apa pun yang menjadi ongkos China dalam operasi ini akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari ongkos yang mereka keluarkan." 

Editor : Devina | Foto : Ist | Sumber : Merdeka.com