"Informasi tersebut disampaikan kepada perusahaan (Elbit) tanpa penjelasan mengenai alasan di balik keputusan itu, dengan (Departemen) Pertahanan mengkonfirmasikan bahwa mereka saat ini tidak memiliki solusi sementara untuk bisa menggantikan kemampuan tersebut," ungkap Departemen Pertahanan Australia dalam laman resminya.
Namun, menurut laporan Australian Broadcasting Corporation (ABC), ketegangan antara Elbit System dan Departemen Pertahanan Australia telah mencapai klimaks dikarenakan perusahaan Israel telah memberlakukan "premi yang sangat besar" pada BMS dan dianggap melakukan monopoli.
"Orang-orang sudah muak dengan Elbit yang telah melakukan eksploitasi dan monopoli sistem untuk mengenakan premi yang besar," ungkap seorang perwira Australia seperti dilansir dari media ABC.
"Dan ada kekhawatiran terhadap Israel yang memiliki pintu belakang (Back door) pada sistem informasinya," papar perwira itu.
Diketahui bahwa Elbit Sistem sering menjadi sasaran kampanye kelompok hak asasi manusia (HAM).
Perusahaan Israel itu telah memproduksi teknologi pemantau yang dipasang pada tembok pemisah di Tepi Barat Gaza. Elbit juga diketahui menyuplai 85% mesin drone militer untuk Israel selain komponen dan senjata lainnya pada 2014. Teknologi buatan Elbit tersebut telah menewaskan lebih dari 2.200 warga Palestina, termasuk 500 orang di antaranya anak-anak. Mereka tewas hanya dalam kurun waktu 50 hari.
Perusahaan senjata milik Israel itu juga telah memiliki sepuluh titik lokasi (anak perusahaan) diseluruh penjuru Inggris. Melihat track record Elbit dimana produknya sering digunakan untuk melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan perang telah membuat citra perusahaan itu tercoreng.
Pada Februari, East Sussex Pension Fund adalah yang terbaru untuk divestasi dari Elbit beberapa bulan setelah aktivis hak asasi manusia melobi lembaga tersebut untuk mengakhiri hubungannya dengan perusahaan yang melanggar hukum internasional.
Editor : Devina | Foto : Ist