Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts
Rp 1,7 Kuadriliun, Nilai Wajar Untuk Modernisasi Alutsista TNI Yang Sudah Menua

Rp 1,7 Kuadriliun, Nilai Wajar Untuk Modernisasi Alutsista TNI Yang Sudah Menua


Infokomando - Sepintas membaca Rancangan Perpres Pengadaan Alutsista yang memerlukan anggaran sebesar US $125 milyar atau bila dirupiahkan sebesar Rp. 1,7 kuadriliun, bola mata kita langsung membesar dan melotot lalu geleng-geleng kepala dengan berbagai komentar dan mimik. wow, luar biasa, amazing, gede amat dan sebagainya. Jumlah duit yang diperlukan sebanyak itu untuk program pengadaan alutsista sampai tahun 2045 sebenarnya biasa-biasa saja. Artinya selama lima "repelita"  setiap repelitanya disediakan dana 25 milyar dollar. Sekedar info ketika program strategis MEF (Minimum Essential Force) jilid satu dimulai tahun 2010 di era Presiden SBY dikucurkan dana US $ 15 milyar selama lima tahun dari pinjaman luar negeri (PLN).

Dalam pandangan kita rancangan Perpres itu adalah untuk memantapkan sebuah harapan besar yang untuk horizon hari ini boleh jadi dianggap sebagai ambisi berbumbu pedas tendensius. Namun dalam sudut lihat yang tak terlihat, out of the box, beyond visual range sebenarnya rancangan besar ini merupakan lompatan besar, luar biasa dan cerdas yang harus kita apresiasi. Belanja pertahanan bukan termasuk biaya habis pakai melainkan investasi bernilai puluhan tahun untuk menjaga eksistensi negara. Jadi melihat besarnya anggaran pertahanan bukan untuk menandingkannya sebagai Cost Against Revenue di APBN, tetapi untuk investasi membangun pagar dan benteng teritori negeri yang bermanfaat selama puluhan tahun ke depan.

Tank medium Harimau made in Pindad

Persoalan yang mengemuka dan menghangat di publik adalah anggaran belanja alutsista sebesar 125 milyar setara dengan 1.750 trilyun rupiah itu akan dibelanjakan seluruhnya sampai tahun 2024 dengan skema PLN. Pada sisi yang lain banyak kita yang tidak menyadari bahwa posisi kekuatan alutsista kita sampai saat ini belum sampai pada kriteria minimal apalagi mencukupi. Yang mau dikejar Kemenhan adalah ketertinggalan dan ketercukupan perolehan alutsista. Makanya diperlukan model belanja extra ordinary untuk segera mencukupi kebutuhan alutsista dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.  Lihat saat ini dinamika kawasan utamanya Laut China Selatan (LCS) sangat dinamis dan penuh ketegangan. Kabar terkini barusan16 jet tempur canggih China berparade di udara Sabah yang membuat Malaysia panas dingin lalu mengirim jet tempur Hawk untuk scramble. Jelas Hawk bukan tandingan jet tempur China.

Mari melihat dengan kacamata bening sudah sejauh mana kekuatan taring militer Indonesia saat ini. Meski sudah ada program MEF jilid satu sampai jilid tiga apakah kemudian kita lantas sudah merasa kuat dan hebat. Jawabnya jauh panggang dari api karena target minimum essential force belum tercapai sampai dino iki (Sampai hari ini: red). Teritori Indonesia sangat luas, strategis dan penuh kandungan sumber daya alam atas air dan bawah air. Peta geografi negeri kepulauan ini membentang luas mempertemukan samudra Pasifik dan samudra Hindia. Namun alat pelindung teritorinya masih sangat kurang. Kekuatan militer kita untuk melindungi asset teritori yang luas dan kaya ini belum sepadan.

Oleh sebab itu rencana spektakuler Kementerian Pertahanan untuk menggelar program pengadaan alutsista secara terpadu, cepat dan sistematis melalui payung hukum Perpres mestinya kita sikapi dengan cara pandang beyond visual range, out of the box dan horizon terjauh. Program ini adalah untuk percepatan perolehan kualitas dan kuantitas alutsista. Kita berpacu dengan waktu untuk segera mendatangkan berbagai jenis alutsista strategis. Saat ini kita membutuhkan tambahan 5 skadron jet tempur, 8 kapal selam baru, 16 fregat baru. Dan itu harus bisa dipenuhi dalam lima tahun ke depan.

Deretan Alutsista TNI

Kita belum sampai di target minimal meski sudah sampai di jilid tiga MEF. Dan ada kesan penguatan itu berjalan lambat, bertele-tele, dan setiap kedatangan alutsista pesanan itu "dijamin" terlambat.  Kekuatan militer kita dengan sejumlah alutsista yang dimiliki saat ini belum sampai memenuhi ukuran minimal yang dibutuhkan. Negeri yang luas teritorinya seluas benua Eropa hanya dijaga 2 skadron F16 dan 1 skadron Sukhoi, Ironi sekali.  Mestinya kekuatan angkatan udara standar untuk negeri ini ada di 10-12 skadron jet tempur penggentar tidak termasuk T50, Hawk dan Super Tucano. Itulah yang ingin dipenuhi dan dipercepat oleh Kemenhan.

Rencana besar Kemenhan ini selayaknya kita apresiasi. Sudah 12 tahun MEF berjalan dan selama waktu itu dinamika kawasan membuka cakrawala pandang kita bahwa semua negara yang berkonflik dengan China membangun kekuatan militernya.

Sudah 12 tahun kita modernisasi kekuatan militer kita menuju kekuatan minimal, nyatanya persentase target belum memuaskan. Maka daftar belanja alutsista dengan membeli sekaligus dalam jumlah besar adalah untuk menjawab percepatan dan ketertinggalan itu. Kita harus cepat menghadirkan sejumlah alutsista strategis, gahar dan berteknologi canggih. Kita harus mengejar ketertinggalan kita.

Maka kita sambut Jepang untuk membangun bersama 8 kapal perang fregat Mogami Class dengan percepatan prosesnya. Sementara 2 Iver Class yang sudah teken kontrak bisa ditambah menjadi 6 unit. Kekuatan TNI AU dipercepat dengan tambahan 36 jet tempur Rafale dan 8 jet tempur F15. Harus segera direalisasikan. Kita tidak bisa lagi pakai cara-cara standar dalam pemenuhan kebutuhan alutsista, beli bertahap dan tetap kurang. Harus ada langkah yang bisa memenuhi asa out of the box, percepat proses pengadaan dan beli dalam jumlah besar dengan transfer teknologi. Sementara dua program strategis lainnya yaitu pengembangan jet tempur KFX / IFX dan kapal selam Changbogo dengan Korsel dilanjut lagi. Juga industri pertahanan dalam negeri tetap menjadi prioritas pengadaan. Kalau semua ini berjalan lancar maka diniscayakan matahari tahun 2025 akan bisa menyaksikan awal episode kehebatan revolusi modernisasi alutsista Indonesia.

****
Jagarin Pane
Semarang, 5 Juni 2021
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI

Editor : Devina | Foto : Ist 
Globalisasi dan Perang Asimetris - Asymmetric Warfare

Globalisasi dan Perang Asimetris - Asymmetric Warfare


Infokomando - Peperangan generasi keempat (fourth generation warfare), telah mengaburkan batas antara perang dan politik termasuk kombatan dan warga sipil. Perang asimetris (asymmetric warfare) kini telah menjadi bagian integral dalam transformasi pertahanan di banyak negara sehingga mempengaruhi berbagai dimensi dalam kehidupan militer - mulai doktrin, organisasi, peralatan, pelatihan hingga penggunaan kekuatan.

Globalisasi tidak mungkin dibendung sehingga perlu direspon secara cerdas, kreatif dan kritis. Negara Republik Indonesia, dengan luas wilayah 1.922.570 Km2, 17.504 pulau, dan dihuni oleh lebih dari 300 etnik yang memiliki perbedaan agama dan adat istiadat  mengakibatkan Indonesia sangat rentan menghadapi munculnya bahaya Perang Asimetris.

Apalagi kondisi politik dalam negeri Indonesia yang penuh tantangan konflik, belum tuntasnya pembongkaran jaringan terorisme, dan masih eksisnya separatisme di beberapa daerah, sangat memengaruhi situasi keamanan dalam negeri.

Terorisme salah satu bentuk perang asimetris

Tipologi Perang Asimetris, seperti telah diungkapkan sebelumnya, pihak militer tidak hanya berhadapan dengan aktor negara, melainkan juga aktor non-negara, seperti kelompok teroris, separatis, dan kelompok lainnya. Kelompok-kelompok ini memanfaatkan kemajuan teknologi dan globalisasi untuk melakukan aksinya tanpa batas wilayah.

Dalam perang asimetris, kita diserang oleh lawan dari berbagai bidang yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer baik dari luar (internasional) maupun dalam negeri (domestik). Selain bentuk-bentuk ancaman yang sudah ada sebelumnya, seperti separatis, teroris, konflik komunal (SARA), kita juga akan menghadapi bentuk ancaman lain yang lebih halus dan sulit diidentifkasi, yang disebabkan oleh perbedaan politik, keresahan sosial, pengangguran, kelaparan, kemiskinan, kekecewaan, dan rasa ketidakadilan yang dieksploitasi oleh lawan.

Konflik sosial salah satu dampak dari perang asimetris

Dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman tersebut, baik yang bersifat aktual maupun potensial, pada prinsipnya diperlukan adanya antisipasi dini, inisiatif dan respon yang proporsional, serta kemampuan lebih/khusus dalam penguasaan metode perang asimetris yang mungkin digunakan oleh pihak lawan, baik menyangkut teknologi, informasi, psikologi, dan lainnya. Untuk dapat berhasil mengatasi ancaman-ancaman tersebut, kolaborasi dan kerjasama, serta pola pikir perang non-konvensional (unconventional war) senantiasa harus dikedepankan. Hal ini diperlukan untuk meniadakan asymmetric enemy.

Konsepsi Menghadapi Perang Asimetris
Bagian Operasi Militer dalam merespon perang asimetris terdapat empat kecenderungan pola menghadapi perang asimetris: Pertama, pencapaian mission orders akan cenderung semakin banyak ditentukan oleh aksi organisasi level bawah. Karena itu pengertian akan tujuan dari misi harus dimiliki oleh organisasi level terbawah sehingga mereka merespons perkembangan dengan secepatnya bertindak tanpa harus mengompromikan mission orders yang lebih besar diperlukan inisiatif dan motivasi yang cepat.

Kedua, pergeseran unit terkecil harus mampu beroperasi secara mandiri dan tidak bergantung pada logistik terpusat. Setiap unit harus dapat hidup dari sumber daya alam dan sumber daya musuh yang berhasil dikuasai. Di sini perlunya kemampuan perorangan yang tinggi dalam menjalankan suatu operasi khusus. Ketiga, semakin pentingnya kemampuan manuver, dibandingkan jumlah frepower, mengingat konsentrasi massa dan frepower justru membuat semakin mudah untuk diserang. Di masa yang akan datang, pasukan yang kecil, berkemampuan manuver yang tinggi, cepat dan lincah akan mendominasi pertempuran, karena perang asimetris sangat tidak normatif.

Pasukan anti teror TNI

Keempat, kecenderungan untuk penetrasi menyerang anatomi lawan secara internal dengan menghancurkan kekuatan fisiknya. Hal ini bisa dicapai, antara lain dengan menekan basis politik, finansial dan material lawan agar tidak lagi memberikan dukungan pasukan lawan, atau bahkan menekan basis tersebut untuk menghentikan perang dengan memutuskan garis logistik dan komunikasi suatu tindakan yang melumpuhkan kekuatan lawan.

Keempat kecenderungan ini membuat perang asimetris akan menjadi perang tanpa bentuk yang jelas. Garis pemisah antara perang dan damai semakin menipis, dengan front non-linear, bahkan mungkin tidak ada medan tempur yang dapat didefinisikan dengan jelas. Garis pemisah antara rakyat sipil dan militer semakin tidak jelas. Perang akan terjadi dalam seluruh dimensi, termasuk pada dimensi kultural, maka perang psikologis menjadi salah satu dimensi yang sangat dominan untuk dikembangkan dalam perang asimetris.

Pada level strategis, target peperangan asimetris adalah melemahkan motivasi pembuat kebijakan di pihak lawan, sehingga kemenangan strategis diperoleh dengan serangkaian serangan terkoordinasi dan simbolik melalui ragam cara untuk menghancurkan infrastruktur ekonomi, sosial budaya dan politik negara, yang akan meruntuhkan semangat perlawanan pemimpin politik negara.

Akhirnya dalam era perang asimetris di abad 21 ini ada kecenderungan “Si-lemah” tidak perlu takut menghadapi “Si-kuat” sepanjang ada kemampuan untuk mengolah skill-level dan kualitas intelijen serta yang paling utama kemauan keras untuk menang. Tetapi yang paling penting sebaiknya kita menjaga jangan sampai timbul asymmetric enemy.

Dalam konteks pertahanan menghadapi perang asimetris, yang paling efsien dapat dilakukan adalah diplomasi antara pihak yang berhadapan. Hal ini lebih produktif daripada tindakan kekerasan yang menggunakan kekuatan militer, walaupun upaya diplomasi belum pasti dikehendaki oleh mereka yang sangat fanatik dan fundamentalis. Kuncinya memenangkan hati dan pikiran lawan. (***)

Penulis: 
Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

Editor : Devina | Foto : Ist
Tekad dan Militansi Membangkitkan Industri Pertahanan Dalam Negeri

Tekad dan Militansi Membangkitkan Industri Pertahanan Dalam Negeri


Infokomando - Kemeterian Pertahanan (Kemenhan) tampaknya ingin membangun kekuatan pertahanan Indonesia agar memiliki efek gentar (deterrence), mobilitas tinggi, dan daya pukul dahsyat sehingga disegani negara lain sebagai strong nation (negara kuat). Untuk itu, sudah sepantasnya apabila negara memperhatikan kebutuhan alutsista bagi ketiga angkatan perang agar tidak diremehkan oleh negara tetangga atau negara lain.

Tekad tersebut tidak main-main mengingat dewasa ini, letak Indonesia yang berada dalam posisi silang strategis global kini secara artificial dikenal dengan sebutan “Indo-Pasifik” mutlak memiliki kekuatan militer yang setara dan seimbang dengan negara lain.

Guna mewujudkan rencana strategis itu, salah satunya adalah dengan membangun Industri Pertahanan Mandiri dengan kekuatan industri teknologi pertahanan yang mandiri pula dalam rangka mendukung misi negara menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Dengan memiliki industri pertahanan yang mandiri, kita tidak akan tergantung kepada negara lain untuk memenuhi kebutuhan bagi angkatan perang kita. Dengan industri pertahanan ini, kelangsungan pertahanan dapat dijaga, embargo dapat diminimalkan, dan kebutuhan alutsista dapat dipenuhi secara mandiri (self reliance), serta akan memberikan kontribusi ekonomi secara makro dalam menyediakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan menghemat devisa.

Saat ini, industri pertahanan dalam negeri telah bangkit dengan kemampuan produksi peralatan perang yang cukup beragam untuk ketiga Angkatan. Hal ini tentu sangat membesarkan hati kita sebagai bangsa. Bahwa kita tidak hanya bergantung pada negara lain, tetapi mampu memenuhi sendiri kebutuhan angkatan perangnya. Tinggal bagaimana kita mengembangkan strategi Defence Industry Supporting Economy.

Panser Cobra 8x8 buatan Pindad

Sehingga secara bertahap, modernisasi alutsista kita tidak melulu bertumpu kepada alutsista modern produksi luar negeri. Disini ada perintah konstitusi untuk membangkitkan industri pertahanan dalam negeri.

Masa depan industri pertahanan Indonesia memiliki banyak peluang untuk terus ditingkatkan dan dikembangkan. Berbagai capaian dalam teknologi robot, pesawat tak berawak, kapal tak berawak, roket dan rudal, pembuatan satelit militer, kendaraan lapis baja, kapal perang dan pesawat merupakan peluang pengembangan industri pertahanan pada masa datang.

Dengan kebijakan pemerintah dan alokasi anggaran yang terus ditingkatkan setiap tahunnya untuk industri pertahanan, pengembangan dan peningkatan kemampuan industri pertahanan perlu ditransfer menjadi sebuah kapabilitas pertahanan yang lebih mumpuni dan lebih andal pada masa depan.

Tantangan sekaligus peluang bagi industri pertahanan dalam negeri adalah meningkatkan kualitas manajemen yang profesional dan kompetitif, sehingga dapat memenuhi persyaratan kualitas, waktu distribusi, dan harga yang mampu bersaing. Tanpa ada profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan dan keuangan, maka semua peluang yang ada ini tidak akan bisa termanfaatkan bahkan terlewat tanpa makna. Tantangan ini merupakan cambuk untuk meraih kapasitas produksi yang maksimal.

Hal kritis dalam pembangunan industri pertahanan adalah pengawakan manajemen yang unggul dan kemampuan untuk mengeliminasi parasit dalam manajemen industri pertahanan dan meniadikan peran “broker” yang berdampak kepada “mark-up”. Manajemen industri pertahanan jangan pernah memberi peluang distorsi internal dan eksternal yang hanya dapat menimbulkan kerusakan manajemen. Aturan yang mengharuskan kita membeli langsung ke pabrikan tanpa peran pihak ketiga adalah cara yang paling tepat untuk menciptakan efsiensi dan manfaat.

Alokasi anggaran untuk industri pertahanan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan tingginya atensi pemerintah dalam memberikan good will dan political will dalam memenuhi kebutuhan alutsista melalui pemberdayaan industri pertahanan menuju kemandirian pemenuhan kebutuhan alutsista dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara makro dengan meningkatkan lapangan kerja, mengurangi pengangguran serta menghemat devisa.

Tekad untuk membangkitkan industri pertahanan kita harus didukung militansi dan intelektualisasi dari teknorat kita baik sipil dan militer disertai sekali lagi “political will” yang konsisten dan berkelanjutan dari negara.

Industri pertahanan sebagai komponen pendukung dalam sistem pertahanan negara merupakan faktor determinan yang perlu terus dikembangkan sesuai dinamika perubahan strategis. Industri pertahanan saat ini masih lebih pada pembangunan teknologi pertahanan yang terlihat (tangible) untuk keperluan alutsista darat, laut dan udara, tetapi di masa depan perlu dikembangkan juga pada kemampuan lain seperti rekayasa perangkat lunak untuk keperluan-keperluan sistem yang berorientasi pada perangkat lunak (software based system) seperti simulator, artifcial intelligence, robot dan juga dalam rangka meningkatkan kemampuan asimetris seperti siber untuk kebutuhan informasi dan komunikasi khususnya kemampuan intelligence, surveillance dan recognition (ISR). Selain itu industri pertahanan harus mampu mengakomodasi pencapaian-pencapaian teknologi dan ilmu pengetahuan lainnya yang didapat oleh para anak bangsa.

Industri pertahanan dalam pengembangannya perlu memperhatikan aspek institusional, industrial, legal dan personal atau SDM sehingga arah pengembangan industri pertahanan lebih fokus dan sesuai dengan kultur Indonesia. Oleh karena memperhatikan pengembangan strategis ke depan, kesinambungan kebijakan pada industri pertahanan memerlukan komitmen dan kepedulian berbagai pihak agar jalannya industri pertahanan tidak tersendat-sendat. Bahkan dengan melakukan strategy driven analysis, maka akan jauh lebih tinggi dan itu akan memacu pengembangan industri pertahanan.

Karena perubahan strategis yang begitu cepat bahkan cenderung penuh ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi, menyebabkan adaptasi terhadap kemampuan industri pertahanan harus senantiasa dikembangkan yang merupakan hasil dari kontemplasi dan gagasan serta pertimbangan dari perubahan-perubahan strategis yang terjadi di sekitar Indonesia dan dipengaruhi aspek strategi, teknologi, serta persepsi dan kalkulasi hubungan internasional.

Kementerian Pertahanan dalam hal ini sangat mendukung setiap kerja keras dan kerja cerdas, serta kreasi dan inovasi pelaku industri pertahanan yang akan mendukung meningkatnya kapabilitas strategis demi terciptanya Indonesia sebagai kekuatan regional seperti yang diharapkan.

Esensi Perlu menjadi pemahaman bangsa dan negara bahwa tidak mungkin ada negara yang menunggu terjadinya perang, baru kemudian mempersiapkan angkatan perang mereka. Sebab, membangun sistem pertahanan negara tidak bisa dilakukan seketika, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan bertahap berjangka panjang sesuai dengan postur sistem pertahanan yang diinginkan dan ditopang oleh kemampuan Industri Pertahanan Dalam Negeri yang andal yang akan menghasilkan kualitas Postur Pertahanan yang tangguh. Inilah tantangan yang menjadi beban tanggung jawab bersama kini dan mendatang.

Penulis:
Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

Editor : Devina | Foto : Ist
Memandang Jernih Horizon, Sang Hiu Kencana Harus Kembali Bangkit Dengan Semangat "Tabah Sampai Akhir"

Memandang Jernih Horizon, Sang Hiu Kencana Harus Kembali Bangkit Dengan Semangat "Tabah Sampai Akhir"


Infokomando - Dukacita dan simpati seluruh dunia atas musibah tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 bersama 53 orang awaknya merupakan capital gain saham yang bernama nilai-nilai kemanusiaan. Meski yang tenggelam adalah alutsista strategis penghancur perdamaian namun eksistensi nilai-nilai kemanusiaan seluruh dunia mampu mempersatukan musibah dalam kebersamaan sikap kemanusiaan yang bermarwah dan beradab. Itulah sejatinya fungsi dan nilai jabatan amanah manusia sebagai khalifah di muka bumi yang belakangan ini jarang muncul menjunjung humanisme.

Kita tentu tidak ingin berlarut dalam kesedihan mendalam ketika melihat keluarga menangis dan terisak. Pimpinan keluarga sekaligus kebanggaan istri dan anaknya harus berpisah dengan orang yang dikasihi. Demikian juga korps Hiu Kencana yang kehilangan banyak prajurit petarung yang berkualitas akan kembali bangkit dan memandang horizon jernih dengan semangat "tabah sampai akhir". Hiu Kencana harus bangkit, mengepalkan tangan dan langkah tegap karena kalian adalah prajurit pasukan khusus, pasukan terlatih, pilihan, berkualitas dan kebanggaan negeri.

Indonesia adalah negara kepulauan yang strategis. Penguatan pengawal utama teritori ada di matra laut dan udara. Kita saat ini sedang berada dalam program modernisasi militer, sudah berjalan 11 tahun sejak 2010. Selama satu dekade ini sudah banyak pertambahan berbagai jenis alutsista. Jumlah kapal selam bertambah dari 2 unit menjadi 5 unit, jumlah kapal perang bertambah lebih 40 KRI berbagai jenis. Namun sesungguhnya target pencapaian minimum kekuatan alutsista kita belum tercapai.

Infografis KRI Alugoro (Detik.com)

Jumlah kapal selam kita baru saja mencapai 5 unit bulan lalu ketika KRI Alugoro 405 yang dibangun di PT PAL Surabaya resmi masuk inventori TNI AL. Kemudian KRI Alugoro 405 dan kakaknya KRI Ardadedali 404 bersama pakdenya KRI Nanggala 402 berjalan bersama menuju perairan Natuna. JJB alias jalan-jalan bareng ini untuk menunjukkan kepada pihak yang ngubek-ngubek Laut China Selatan bahwa Indonesia punya harga diri teritori. Dan setelah pulang dari Natuna itu Nanggala sandar sebentar di pangkalannya di Armada Dua Surabaya untuk penugasan selanjutnya, penembakan torpedo di laut Bali dalam serial latihan tempur Armada Dua bersama 20 KRI lainnya.

Dengan musibah Nanggala maka jumlah kapal selam Indonesia tinggal 4 unit. Sebuah jumlah yang jauh dari standar kekuatan minimum untuk negeri kepulauan. Namun sebenarnya tidak terkait dengan musibah Nanggala kita saat ini sedang mempersiapkan pengadaan 3 kapal selam baru sampai tahun 2024.  Semua sedang berproses termasuk penyediaan dan ketersediaan awak kapal selam yang harus dipersiapkan lebih dini. Karena mempersiapkan dan mencetak awak kapal selam membutuhkan waktu bertahun-tahun dengan seleksi ketat.

Kabar yang menggembirakan, Indonesia sedang merancang pembuatan kapal selam mini tanpa awak berkemampuan artificial intelligent. Ini program yang sangat ditunggu dan menjadi harapan besar. Bahwa kepemilikan kapal selam konvensional berkisar antara 12-14 unit saat ini sedang kita kejar. Kemudian membangun kapal selam mini tanpa awak merupakan sebuah langkah cerdas Kementerian Pertahanan. Dirut PT PAL yang baru dilantik adalah ahli perkapalan kaliber internasional dan pakar rancangbangun kapal selam tanpa awak. Titik awal sudah dipatri, artinya konsistensi lah yang akan menjawabnya kelak, mampukah kita dalam lima tahun ke depan membuat kapal selam tanpa awak.

Konsep kapal selam mini buatan BPPT

Pesan yang ingin disampaikan tetaplah memandang horizon jernih dengan fokus terhadap yang sudah direncanakan termasuk percepatannya. Kita masih harus berlari mengejar ketertinggalan perolehan alutsista menguatkan benteng teritori. Jumlah kapal perang striking force, kapal selam, jet tempur, peluru kendali dan lain-lain masih sangat kurang.

Sementara dinamika konflik kawasan tidak bisa dipandang remeh, jelas-jelas nyata dan di depan halaman. Publik sedang menunggu publikasi lanjutan tentang realisasi pengadaan kapal perang Iver Class, jet tempur F15, Rafale dan lain-lain. Juru bicara Kementerian Pertahanan adalah pintu keterbukaan informasi agar kita tidak "terpukau" oleh informasi dan opini dari juru bicara produsen alutsista.

Pengumpulan dana dari komunitas sebuah Masjid di Yogya adalah bentuk keinginan dan harapan yang besar serta dukungan kuat untuk percepatan modernisasi alutsista TNI.  Ini juga bagian dari memandang horizon jernih agar Kementerian Pertahanan mampu dan segera menyelesaikan program pengadaan alutsista. Sebagian besar rakyat negeri ini mendukung bahkan antusias untuk percepatan perkuatan alutsista tentaranya. Kita harus terus berlari mengejar horizon kebanggaan punya tentara dan alutsista yang gahar. Termasuk tetap memandang jernih, optimis, dan fokus dalam proses pengadaannya.

****
Jagarin Pane
Semarang, 3 Mei 2021
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI

Editor : Devina | Foto : Ist 
KRI Nanggala 402, Sang Pelenyap Yang Kini Dalam Senyap

KRI Nanggala 402, Sang Pelenyap Yang Kini Dalam Senyap


Infokomando - KRI Nanggala 402 adalah marwah dan kebanggaan Korps Hiu Kencana yang bersama KRI Cakra 401 merupakan sepasang monster bawah air yang mengawal teritori laut Indonesia sejak tahun 1981. Dua pengawal tangguh ini juga sempat bersahabat dengan "Pakdenya" KRI Pasopati 410 yang sudah ada sejak era Trikora tahun 1962 menjadi benteng teritori bawah laut negeri ini. Bedanya Pasopati setelah pensiun bisa terlihat jasadnya sebagai monumen kapal selam di Surabaya sementara Nanggala dalam perjalanan tugasnya yang mulia dan berwibawa berdiam abadi ke kedalaman laut Bali.

Sejarah perjalanan kapal selam Indonesia hadir pertama kali tahun 1959 dengan kedatangan 2 kapal selam Whiskey Class dari Uni Sovyet (sekarang Rusia). Keduanya diberi nama RI Cakra 401 dan RI Nanggala 402.  Sekedar catatan sebelum tahun 1973 identitas penamaan kapal perang diawali dengan RI (Republik Indonesia), setelah itu diganti menjadi KRI (Kapal Republik Indonesia). Bersamaan dengan dikumandangkannya Trikora oleh Bung Karno 19 Desember 1961 maka penambahan Whiskey Class mencapai jumlah 12 unit. 

Whiskey Class termasuk Nanggala 402 menjadi kekuatan penggentar, waktu itu kita lah yang terhebat di kawasan ini sehingga Belanda atas desakan AS bersedia hengkang dari Papua. Tentu melalui jalur PBB supaya terlihat terhormat. Padahal sejatinya kekuatan militer Indonesia lah yang menjadi penggentarnya. Waktu itu dengan seratusan kapal perang plus 12 kapal selam serta seratusan pesawat tempur dan pengebom strategis membuat pihak lawan ukur diri. Setelah Trikora dilanjut dengan Dwikora untuk mengganyang Malaysia. Poinnya ketangguhan satuan kapal selam Indonesia saat itu paling kuat di kawasan bumi selatan. Kita memiliki 12 kapal selam hanya dalam waktu 4 tahun, 1959 sampai dengan 1963.

Kapal selam kelas Whiskey Indonesia

Pergantian rezim tahun 1966 membuat eksistensi 12 kapal selam Indonesia memudar karena ketiadaan suku cadang. Sampai tahun 1980 hanya 2 dari 12 kapal selam Whiskey Class yang masih bertahan yaitu KRI Bramastra 412 dan KRI Pasopati 410. Maka ketika tahun 1981 KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 datang langsung dikemudikan awak kapal selam kita dari pabrikannya di  Kiel Jerman Barat (Sekarang Jerman), rasa bangga kembali mengembang. Membawa kapal selam dari Jerman ke Indonesia butuh waktu 2 bulan tentu merupakan keberanian yang membanggakan.

KRI Nanggala pernah berduet bersama KRI Cakra di laut Sulawesi beberapa tahun lalu untuk mencari 4 prajurit TNI AL. Penyebabnya adalah hilangnya 4 awak kapal KRI Layang ketika menangkap dan membawa kapal nelayan Filipina yang diduga adalah gerilyawan Marawi.  Kapal nelayan diperiksa dan sebagian besar awaknya ditahan di KRI Layang. Kemudian 4 prajurit KRI Layang ditugaskan mengawal beberapa awak kapal nelayan Filipina. Ternyata tidak pernah sampai di Miangas. Tidak lama kemudian pertempuran hebat terjadi di Marawi antara pasukan pemerintah Filipina dengan gerilyawan.

Prajurit Hiu Kencana adalah pasukan khusus TNI AL yang sudah lulus ujian ketangguhan, cerdas, kuat, tegar, tahan, tabah dan sabar. Motto Hiu Kencana adalah Tabah Sampai Akhir sejatinya adalah ketahanan mengelola emosi, sabar, tahan tidak melihat matahari berminggu-minggu, kuat dan mampu menikmati tugas di dalam mesin pembunuh berlapis, pelenyap kapal musuh dalam kesenyapan di kedalam laut yang sunyi. Pernah sekali waktu didatangkan seorang Dokter untuk mendeteksi tingkat stres awak kapal selam selama menyelam. Ternyata memasuki minggu kedua si Dokter yang berteriak-teriak histeris minta dikembalikan ke pangkalan. Awak kapal tersenyum melihat kondisinya. Kapal selam memang dirancang dan dibangun untuk tidak terdeteksi. Dia berjalan sendiri berminggu-minggu melakukan tugas pengintaian dan infiltrasi serta penembakan. Termasuk harus pintar menyembunyikan diri ketika diincar kapal musuh.

KRI Cakra 401 saudara kembar KRI Nanggala 402

Secara operasional jam terbang Cakra dan Nanggala sangat padat. Bayangkan periode 1981 sampai dengan 2015 Indonesia hanya punya 2 kapal selam dengan luas wilayah perairan yang membentang.  Melakukan tugas intelijen dan infiltrasi dalam kesenyapan, sesungguhnya beban kerja keduanya overload, karena tidak ada penambahan kapal selam. Ketika Ambalat memanas tahun 2005 Nanggala tampil sebagai benteng terdepan, berpatroli sendiri berminggu-minggu. Akhirnya keduanya secara bergantian dioverhaul dan diganti jeroannya dengan instrumen digital di Korsel. Nanggala overhaul tahun 2012. Delapan tahun setelah itu KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 mendapat "keponakan baru" yaitu KRI Nagapasa 403, KRI Ardadedali 404 dan KRI Alugoro 405. Ketiganya lahir dari hasil kerjasama alih teknologi dengan Korsel.

Barusan mendapat tugas mengawal Natuna bersama KRI Ardadedali 404 dan KRI Alugoro 405, Nanggala kembali ke markasnya di Armada Dua. Seperti diketahui KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642 dari Armada Satu sukses menembakkan rudal anti kapal C705 menenggelamkan KRI Balikpapan 905 yang baru pensiun di Laut Natuna Utara. Kemudian Armada Dua akan melakukan hal yang sama di Laut Bali. Selain akan menembakkan rudal anti kapal dari KRI Hiu 634 dan KRI Layang 635, juga akan menembakkan torpedo SUT dari KRI Nanggala 402. Diantara tiga Armada laut yang dimiliki TNI AL hanya Armada Dua yang memiliki alutsista strategis 5 Kapal Selam bermarkas di Surabaya.

Jalan cerita kemudian berubah dan itulah takdir akhir cerita. Nanggala bersama 53 orang awaknya termasuk komandan satuan kapal selamnya tidak pernah menyahut panggilan dari kapal markas KRI Dr. Soeharso 990 ketika sudah diizinkan menyelam dan menembak torpedo SUT. Kapal baja seberat 1200 ton itu meluncur ke dasar laut ALKI 2. Sang pelenyap berakhir dalam senyap. Kita kehilangan SDM militer yang mahal. Mencetak awak kapal selam butuh waktu dan investasi. Padahal kita juga akan menambah sedikitnya 3 kapal selam baru dari yang sudah ada sekarang. Kita relakan kepergian Nanggala bersama para awaknya. Mereka akan dikenang sepanjang sejarah. Seluruh dunia akhirnya tahu tentang Nanggala, seluruh dunia tahu tentang keperkasaan prajurit Nanggala, seluruh dunia berduka dengan kepergian abadi Nanggala berdiam dalam senyap. Lahumul Fatihah.

Kondisi KRI Nanggala 402 di dasar laut Bali

****
Jagarin Pane
Salatiga, 26 April 2021
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI

Editor : Devina | Foto : Ist 
Mengukur Keberhasilan Pemerintah Dalam Transfer Teknologi Kapal Selam dan Pesawat Tempur

Mengukur Keberhasilan Pemerintah Dalam Transfer Teknologi Kapal Selam dan Pesawat Tempur


Infokomando - Ada dua proyek besar alutsista strategis dan bergengsi yang selama Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan mengalami turbulensi dan gelombang kejut sehingga membuat sang pilot berada di titik simpang akhir konsistensi.  Kerjasama alih teknologi pembuatan kapal selam "Nagapasa Class" dan pengembangan jet tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan yang sudah berjalan hampir satu dekade dihadang "awan cumulunimbus" yang membuat perjalanan panjang alih teknologi itu gonjang ganjing dan nyaris terjerembab. 

Pengembangan teknologi jet tempur gen 4.5 antara Indonesia dan Korsel sudah berjalan delapan tahun. Proyek teknologi tinggi bernilai US$ 7,3 milyar setara 113 trilyun rupiah itu dibagi porsinya, Korsel menanggung 80% dan Indonesia 20%. Sejauh ini kita sudah membayar "SPP" sebesar 2,9 trilyun sebelum akhirnya menunggak iuran tahunan sebesar 7,7 trilyun rupiah sejak tahun 2019. Mogok bayar itu kemudian dikaitkan dengan berbagai informasi dan opini yang dalam pandangan kita sebenarnya sebuah dinamika wajar dalam perjalanan perjanjian kerjasama yang panjang.

Prototype pesawat tempur KF-21

Sebagai penganut "mazhab konsistensiniyah" sebuah istilah dalam forum militer alias aliran istiqomah, kita selalu menyuarakan keinginan yang kuat agar dua program besar ini terus berlanjut. Di beberapa tulisan terdahulu yang sudah dipublikasikan melalui blog militer pribadi dan di media online kita tetap mengharapkan program alih teknologi jet tempur IF-21 dan kapal selam tetap berjalan. Kedua teknologi tinggi ini jika bisa kita kuasai maka hampir sempurna penguasaan teknologi alutsista yang dimiliki industri pertahanan kita. Kita sudah bisa membuat aneka ragam alutsista mulai dari panser, tank, roket, kapal patroli cepat, kapal cepat rudal, kapal LST, kapal LPD dan lain-lain. 

Perkembangan terkini yang menggembirakan adalah gonjang ganjing itu reda. Peresmian kapal selam ketiga KRI Alugoro 405 yang dibangun di PT PAL membuktikan bahwa serah terima itu mampu menepis spekulasi yang beredar di kalangan netizen forum militer. Banyak rumor soal Alugoro yang dianggap tidak sesuai harapan padahal PT PAL dalam setiap tahapan uji laut mempublikasikan hasilnya. Kemudian soal jet tempur KF-21 /IF-21 dimana Indonesia absen iuran selama dua tahun terakhir karena berbagai faktor teknis dan non teknis. Opini yang beredar kemudian adalah tidak diberikannya teknologi kunci dari AS untuk menyuntik instrumen pesawat ini.

Nah barusan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto diundang ke Korsel. Dia disambut meriah dengan karpet merah di Seoul layaknya seorang Presiden untuk menghadiri seremoni peluncuran prototype jet tempur KFX yang kemudian diberi nama jet tempur KF21 Boramae. Seremoni mewah di Seoul tanggal 9 April 2021 ini yang juga bertepatan dengan HUT TNI AU mendapat liputan media yang luas di seluruh dunia. Presiden Korsel Moon Jae-in memberikan apresiasi kepada Indonesia sementara Presiden Jokowi memberikan sambutan secara virtual. Indonesia akan melanjutkan kerjasama pengembangan jet tempur KF21/IF21 adalah pernyataan kunci yang disampaikan Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo. Terang benderang.

Pelajaran yang bisa dipetik dari episode turbulensi program kerjasama alih teknologi kapal selam dan jet tempur ini adalah kemampuan menyikapi dan menyaring mana yang berwarna opini dan penggiringan opini dan mana yang merupakan pernyataan resmi. Dalam beberapa artikel yang kita publikasikan soal dua proyek alutsista strategis ini kita selalu menyuarakan semangat konsistensi, tetap teguh melanjutkan kerjasama yang sudah di dua pertiga perjalanan. Karena kita memahami bahwa perjalanan panjang program alutsista strategis dan bergengsi ini akan mengalami pasang surut. Apalagi dibumbui rayuan sales promotion grup produsen alutsista lain termasuk mungkin saja ada pihak lain yang tidak ingin kita bisa menguasai teknologi kapal selam dan jet tempur.

Maka ketika KRI Alugoro 405 diresmikan belum lama ini di Surabaya dan juga ketika purwa rupa jet tempur KF-21 diluncurkan di Seoul, setidaknya ada nafas kelegaan yang kita hirup, ada rasa plong, ada rasa sukacita yang membuat bibir tersenyum puas. Bahkan Alugoro yang baru diserahkan pabrikannya langsung unjuk diri di Natuna. Luar biasa.  Kedua program besar alutsista teknologi tinggi ini akan berlanjut terus tentu diawali dengan perundingan soal-soal teknis. Indonesia akan segera mengirim kembali seratusan insinyur proyek jet tempur IF-21 ke Korsel setelah sebelumnya pulang di awal pandemi Covid-19.

Menhan Prabowo dan Menhan Korsel Suh Wook mendapat sambutan upacara militer

Proyek Nagapasa batch 2 untuk membangun kapal selam keempat, kelima dan keenam bernilai US$ 1,2 milyar bisa dilanjutkan, apalagi sebenarnya kontrak awal "U209-1400 Project" ini sudah diteken tahun 2019. Dan kontrak selanjutnya adalah kontrak efektif untuk memulai pembangunan kapal selam keempat tentu setelah membayar down payment. Kita apresiasi keteguhan Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo untuk tetap istiqomah melanjutkan kedua proyek hebat ini. Lima enam tahun ke depan kita akan terus melangkah menuju pencapaian hasil yang insyaAllah membanggakan. Semoga.

Oleh Jagarin Pane
*Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI

Editor : Devina | Foto : Ist
Upaya Memutilasi Indonesia Dari Papua

Upaya Memutilasi Indonesia Dari Papua

Massa memblokade jalan sebagai bentuk protes
Opini - Tiga kejadian besar mengenai Papua terjadi dalam waktu yang berdekatan. Peristiwa Asrama Papua di Surabaya,  Kerusuhan Manokwari,  Hingga Insiden Yang Menggugurkan satu anggota TNI dan dua warga sipil di Deiyai. Anehnya semua berlangsung cepat. Seperti dikoordinir dengan sistematis. Di Deiyai kemarin 1/2 Jam setelah kejadian, Kantor Berita Reuters yang berpusat di London membuat berita yang menyatakan enam warga sipil tewas di tangan aparat. Padahal Hoax yang sebenarnya terjadi satu anggota TNI gugur dipanah dari jarak dekat tepat di kepala dengan bukti beberapa tancapan bambu panah.  Siapapun yang melihat foto anggota TNI yang gugur tersebut pasti geram,  abdi negara dianiaya, gugur dalam tugas oleh sesama saudara sebangsanya di papua.

Tidak ada yang bersuara, mana Komnas HAM yang biasa jadi kompor saat ada sipil meninggal?  Mana LSM yg biasa semangat berkoar - koar ketika ada pihak sipil yang jadi korban?

"Tidak ada yang kebetulan dalam politik. Kalau ada yang kebetulan, berarti itu telah direncanakan!"
- demikian ungkapan Franklin D Roosvelt, Presiden Amerika ke-36.

Setelah mengetahui bahwa berita yang dimuatnya adalah hoax, Reuters seketika itu langsung merubah judul beritanya (29/8) dengan judul lain tapi tetap saja bersifat tendensius dimana sudut pandangnya menyalahkan Aparat.

"Shooting at protest in Indonesia's Papua, police say three dead" itulah judul yang terakhir dimuat Reuters, akan tetapi hoaxnya sudah terlanjur tersebar. Apakah mereka Minta maaf? Tidak!
Sejumlah media asing memberitakan kabar Hoax tentang Papua yang menulis enam korban jatuh dipihak demonstran
Sekarang apa tujuan kantor berita asing tersebut membuat berita dengan nada yang provokatif kalau bukan untuk tujuan propaganda?

Media yang jauh di London, lebih cepat memberitakan daripada media di tanah air seperti Tempo atau Kompas. Sungguh aneh bukan?

Pasti ada "Insentif" menggiurkan yang mereka dapatkan dari pihak berkepentingan dengan rusuhnya Papua. Tujuannya  Apa? Disintegrasi Indonesia. Indonesia mau dimutilasi dimulai dari Papua!

Benar saja, hasil gorengan di Deiyai ini, mem-blow up isu tentang Referendum. Bahkan, berdasarkan info Kapendam Cendrawasih, aksi di kantor bupati Deiyai ini menuntut Bupati untuk menyetujui adanya referendum, namun Bupati Deiyai tidak bersedia,  maka massa lain mulai berdatangan kemudian menyerang aparat yang tak bersenjata menggunakan panah. Mereka para aparat yang ditugaskan untuk mengamankan jalannya aksi diperintahkan untuk persuasif, tapi hasilnya sangat disayangkan yakni terjadinya pembantaian terhadap aparat yang bertugas mengamankan aksi.

Aneh ya kedengaranya?  Tapi itu faktanya, aparat yang ingin aksi berjalan damai dan tidak ingin bersikap represif terhadap rakyatnya tapi akhirnya menjadi korban kebiadaban sejumlah oknum yang tidak ingin Papua kondusif. Maka gugurlah Serda Rikson Prajurit Kodam II Sriwijaya yang jauh-jauh ia pergi dari Sumatera menuju Papua untuk menjalankan tugas negara akhirnya tergelepar tak berdaya didalam kendaraan dengan kepala penuh anak panah yang terbuat dari bambu. Sekujur tubuhnya juga dipenuhi luka bekas pukulan benda tumpul.

Masih ingatkah kita tentang Referendum Timor Timur yang akhirnya lepas dari Indonesia?  Bagaimana kabar Timor Leste hari ini? Silahkan di Cek Sendiri bagaimana kondisinya saat ini, kepentingan asing sangat terasa pasca Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia.

Belajar dari pengalaman Timor Timur,  pemerintah sudah seharusnya tidak tunduk pada kepentingan asing yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Pada kasus Timor Timur, Mayoritas rakyat menginginkan tetap bersama NKRI. Namun fakta dipenghitungan suara pada jajak pendapat hasilnya adalah Timor Timur Pisah.

Adapun kecurangan yang terjadi saat itu di Timor Timur salah satunya adalah warga Pro NKRI tidak bisa menyuarakan pendapatnya karena berbagai faktor yang sudah dikondisikan oleh asing. Sehingga ini harus menjadi pelajaran besar bagi bangsa ini untuk tetap menjaga kedaulatannya dengan tidak menuruti atau tunduk pada isu-isu referendum.

"Sejengkal Tanahpun Takkan Kita Serahkan Pada Lawan, Tapi Akan Kita Pertahankan Habis - Habisan!"

Quotes Jenderal Sudirman diatas, harusnya menyadarkan seluruh Bangsa Indonesia,  untuk memberikan dukungan kepada Papua. Menyemangati mereka untuk cinta pada Tanah Airnya Indonesia.

Betapa kuatnya persaudaraan kita, hingga orang Sumatra yang lebih mirip orang malaysia,  namun merasa lebih dekat persaudarnya kepada Papua. Meski beda karakter fisik dan budaya,  namun dipersatukan dalam satu kata INDONESIA.

Kita tidak ingin seperti Soviet yang terpecah menjadi 15 negara atau mengulang sejarah negara-negara boneka bentukan Belanda dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Indonesia memiliki hak penuh mempertahankan Negaranya.  Tidak ada satupun orang, organisasi atau negara lain yang boleh mendikte apa yang harus Indonesia lakukan untuk menjaga keutuhan negaranya.

Amerika pasti takkan mau kalau Hawai atau San Fransisco menyatakan referendum pemisahan diri bukan?  Atau Inggris takkan mau bila Scotlandia pisah dari Great Britain? Begitupun negara Cina sedemikian represifnya mempertahankan Provinsi Xinjiang agar tidak lepas dari kekuasaan mereka.
Mereka adalah para pahlawan nasional asal tanah Papua yang berjuang untuk Indonesia
Papua diselamatkan NKRI dengan harga nyawa yang tidak murah. Operasi Trikora,  Pertempuran Laut Aru Yang Menenggelamkan KRI macan kumbang  hingga gugurnya komondor Yos Sudarso yang menggelorakan pertempuran habis-habisan, harusnya menjadi hikmah yang meneguhkan sikap kita.

Ingatlah jasa para veteran Operasi Amfibi terbesar di Indonesia dalam operasi Jaya Wijaya yang melibatkan 1.000 wahana tempur dan 16.000 Pasukan TNI yang siap membela Papua kedalam pelukan NKRI.  Sedemikian kuatnya naluri perjuangan Indonesia sebagai bangsa Merdeka membuat Belanda saat itu akhirnya melepas Papua menjadi Indonesia Seutuhnya.

Jangan sampai tangis air mata veteran operasi seroja Timor Timur terulang kembali membasahi tanah Indonesia akibat lepasnya Papua. Jangan sampai anak cucu kita membaca buku sejarah di sekolah tentang kisah pernah adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpecah menjadi negara-negara kecil di masa depan nanti.

Kita tentunya tak mau,  warga Jakarta Pergi Ke Jawa Timur dengan stempel Passport di perbatasan atau Orang sunda yang harus mengurus Visa saat masuk ke Kalimantan. Maka bersatulah, berikan dukungan persatuan Indonesia dengan pandangan positif untuk Indonesia dalam menjaga Papua di media sosial.

Ini adalah pesan kita yang ingin tetap dapat bergerak bebas dari ujung sabang  sampai merauke sebagai seorang Indonesia yang merdeka dan berdaulat di tanah airnya sendiri.

Papua Adalah Kunci.

***
Editor : Galih
Foto : Ist