TNI AU Setuju Akuisisi Pesawat Tempur Rafale dan F-15EX, Seperti Apa Keunggulannya?

TNI AU Setuju Akuisisi Pesawat Tempur Rafale dan F-15EX, Seperti Apa Keunggulannya?


Infokomando - Setelah dibuat lama menunggu dengan jawaban TNI AU tentang rencana pengadaan pesawat tempur Su-35 asal Rusia yang tidak jelas nasibnya. Kini kita kembali dikejutkan dengan rencana TNI AU yang akan mengakuisisi pesawat tempur buatan Perancis Dassault Rafale dan F-15EX Advance Eagle buatan Boeing AS.

Proses pengadaan dua pesawat canggih multi peran tersebut diketahui dari keterangan resmi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo yang disampaikannya dalam Rapat Pimpinan TNI AU di Jakarta, Jum'at (19/2/2021). Tidak hanya pesawat tempur, Marsekal Fadjar Prasetyo juga mengatakan jika TNI AU akan membeli sejumlah Alutsista lainnya seperti pesawat transport tanker, pesawat angkut Hercules C-130J, pesawat Airborne Early Warning and Control (AEW&C), Radar GCI3 dan pesawat tanpa awak berkemampuan MALE.

Rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (Alutsista) oleh TNI AU dalam jumlah besar ini sudah masuk dalam rencana strategis 2020 - 2024 dan diharapkan tahun 2024 sudah mulai tiba secara bertahap. 

Sebelumnya ramai diberitakan tentang rencana Indonesia mengakuisisi pesawat tempur kelas berat dari Rusia jenis Su-35. Namun karena Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ingin adanya penghematan biaya dan efisiensi waktu terkait rencana pengadaan armada udara TNI AU yang semakin mendesak, maka rencana pengadaan Su-35 terpaksa harus dihentikan. Belum lagi adanya ancaman Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dari AS membuat Menhan harus berpikir ulang untuk membeli Alutsista dari Rusia. Sebagai gantinya, Indonesia melirik pesawat tempur buatan Dassault Aviation Perancis Rafale dan F-15 EX Advance Eagle buatan Boeing AS.

Pesawat tempur multirole Dassault Rafale menjadi incaran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto karena dianggap sebagai pesawat tempur combat proven alias sudah teruji kemampuannya di medan. Pada 2004 lalu, pesawat tempur bersayap delta ini pernah diterbangkan di langit Afghanistan dalam rangka mendukung misi pasukan AS saat menjalankan operasi Enduring Freedom. Tidak cuma terlibat di Afghanistan, Rafale juga ikut memperkuat pasukan sekutu di Libya, Mali, Irak dan Suriah.

Dalam sebuah laman resmi yang diterbitkan Dassault-Aviation.com, disebutkan Rafale dilibatkan pada sejumlah operasi di Timur Tengah karena dianggap memiliki kemampuan menghindari sistem pertahanan udara S-200 buatan Rusia yang banyak dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah.


Dengan radar Thales RBE2 berjenis Passive Electronically Scanned Array (PESA) yang didukung RBE2 AA, berupa Active Electronically Scanned Array (AESA), Rafale mampu mengendus sasaran dari jarak 200 km sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan pilot untuk siaga tempur.

Dari sisi persenjataannya sendiri, Rafale dapat menggotong rudal nuklir berjenis ASMP-A dan diperkuat  senapan mesin berat GIAT 30/719B dengan 125 bulatan. Untuk roket, Rafale dapat membawa Mica, Meteor, Hammer, hingga Scalp. Sedangkan untuk menghantam sasaran di laut, Rafale dapat membawa  AM39 EXOCET.

Rafale menggotong ASMP-A dibagian tengah

Soal maneuverability diudara, Rafale dilengkapi kanard aktif yang dapat membuatnya melakukan manuver hingga 11G dalam keadaan darurat. Dengan sistem bantuan pertahanan yang terintegrasi bernama SPECTRA, membuat Rafale sulit menjadi sasaran rudal musuh baik yang diluncurkan dari darat maupun udara. Hal ini telah dibuktikan oleh Rafale saat dikirim ke Libya untuk menghancurkan sistem pertahanan udara musuh (SEAD) secara independen.

Dengan kemampuannya yang luar biasa dan spesifik tersebut, tidak cukup mengherankan jika Dassault Rafale masuk dalam incaran Menhan Prabowo Subianto untuk memperkuat arsenal udara TNI AU. 

Lantas bagaimana dengan kemampuan F-15EX Advance Eagle buatan AS yang juga telah membuat Prabowo terkesima dan dengan penuh percaya diri berani melepas program pengadaan Su-35 asal Rusia?

F-15 EX Advance Eagle merupakan pesawat tempur hasil pengembangan dari seri F-15 Eagle yang ditingkatkan kemampuannya. Pesawat ini dilengkapi sistem peperangan elektronik Eagle Passive/Active Warning and Survivability System untuk meningkatkan efektifitas misi dan kemampuan bertahan bagi pilot yang mengawaki.


Dikutip dari laman resmi Boeing, F-15 EX merupakan pesawat tempur kelas berat atau heavy fighter yang dibuat untuk mendukung strategi pertahanan udara nasional Amerika Serikat khususnya Angkatan Udara yang saat ini membutuhkan ratusan pesawat tempur baru guna mempertahankan superioritas udaranya.

Menurut Boeing, F-15 EX sudah mengalami banyak peningkatan dari versi sebelumnya yaitu kemampuan manuver, daya tahan akselesari, daya komputasi dan kemampuan dalam menggotong persenjataan guna meningkatkan interoperabilitasnya selama di udara. Selain itu dari segi anggaran, F-15 EX dinilai lebih efektif serta mudah dalam perawatan dan operasional. F-15 EX juga bisa membawa persenjataan yang dapat digunakan untuk pertempuran udara ke udara, udara ke darat dan udara ke laut. F-15 EX juga dapat melakukan serangan secara simultan dalam satu misi.

Sebagai pesawat tempur yang dimutakhirkan dari versi sebelumnya, tentu akan lebih mempersingkat waktu bagi Boeing untuk memproduksinya dalam jumlah besar. Akan tetapi tidak seperti F-15 yang pernah digunakan USAF, F-15 EX ini benar-benar menggunakan teknologi yang jauh lebih maju dan baru dari pendahulunya yang diciptakan pada tahun 1974. 

F-15 EX saat menjalani uji coba terbang

Dengan segala keunggulan yang dimiliki, tidak mengherankan Sang Elang besi yang dikembangkan Boeing saat ini diklaim sebagai yang terbaik dikelasnya. Memiliki badan pesawat yang lebih kuat, prosesor yang lebih unggul, dan sistem kontrol penerbangan yang canggih dari seluruh jenis F-15 yang pernah ada di dunia. Dengan ditanamkannya teknologi baru oleh Boeing, diharapkan kedepan F-15 EX dapat memiliki kemampuan bertahan di seluruh spektrum lingkungan yang luas. Terutama untuk menghadapi ancaman saat ini dan yang muncul selama beberapa dekade ke depan.

Sebagai gambaran, jika Su-30 dan Su-35 diciptakan Rusia untuk membunuh F-15 Eagle, sebaliknya F-15 EX Advance Eagle seri terbaru dirancang AS untuk bisa menghadapi keduanya. Bagaimana?

Editor : Devina | Foto : Ist
Pertempuran Sengit Antara RPKAD vs SAS di Perbatasan Malaysia

Pertempuran Sengit Antara RPKAD vs SAS di Perbatasan Malaysia


Infokomando - Sejak Presiden Soekarno Mengobarkan Dwi Komando Rakyat atau yang disingkat Dwikora pada tahun 1964, saat itu juga pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) segera melakukan respon cepat dengan mengirimkan prajurit TNI ke perbatasan Malaysia - Indonesia. Supaya pengiriman pasukan tersebut tidak terlihat mencolok, prajurit yang dikirim ke perbatasan disamarkan sebagai pasukan gerilya dengan nama Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU).

Selama operasi Dwikora berlangsung, tidak ada sama sekali pengerahan Alutsista berat milik TNI ke perbatasan Kalimantan seperti meriam dan sejenisnya, karena perang yang digelar antara RI dengan Malaysia yang didukung Inggris dan negara persemakmuran lainnya bersifat tertutup.

Pasukan Royal Australian Regiment bersiap memburu infiltran Indonesia

Meskipun demikian, lawan yang dihadapi oleh para gerilyawan Indonesia tidak main-main. Karena melibatkan Inggris, sangat tidak mengherankan jika akhirnya pasukan gerilya Indonesia bertemu dengan salah satu pasukan khusus ternama di dunia Special Air Service (SAS) dan pasukan bayaran Inggris asal Nepal yang dikenal dengan nama Gurkha disepanjang perbatasan Kalimantan. Tidak hanya itu, Special Air Service Regiment (SASR) milik pasukan khusus Australia dan New Zealand Air Service Regiment (NZSAS) milik New Zealand atas permintaan Mayor Jenderal Walter Walker selaku Komandan Pasukan Inggris di Malaysia juga ikut diterjunkan melawan gerilyawan Indonesia.

Bahkan keseluruhannya sering terlibat baku tembak dan adu strategi dipedalaman Kalimantan. Namun dari sekian banyak pertempuran yang terjadi, penyerbuan RPKAD ke pos pasukan gabungan Inggris di Desa Plaman Mapu, Sarawak yang terletak sekitar satu kilometer dari perbatasan Kalimantan Barat merupakan peristiwa penyerbuan yang paling tersohor sepanjang perjalanan operasi Dwikora.

Dalam pertempuran jarak dekat, cepat dan menegangkan tersebut diperkirakan puluhan prajurit parasut Inggris termasuk SAS tewas menjadi korban serangan dadakan prajurit RPKAD. Bahkan diantaranya banyak yang mengalami trauma dan harus menjalani perawatan psikis akibat serangan dadakan prajurit RPKAD yang sangat dekat dimana bagi mereka itu mustahil dilakukan. Apalagi pos Mapu yang mereka jaga merupakan salah satu basis terkuat jika dibandingkan dengan pos lainnya.

Perlu diketahui, pos Mapu selain diperkuat dengan empat senapan mesin juga diperkuat dua mortir 3 inch. Pos juga dilengkapi bunker dan parit serta kawat yang mengitari pos. Selain itu dibagian luar juga ditanami ranjau agar tidak bisa ditembus. Sedangkan pasukan yang menjaga pos tersebut berasal dari British Paratroopers dan Special Air Service (SAS).

Seperti yang dikisahkan dalam buku terbitan RW Press Paratroopers, Ready for Anything: From WWII to Afghanistan. Seorang mantan serdadu Inggris Serma Jhon Williams yang juga salah satu saksi sejarah penyerbuan pos Mapu menceritakan bagaimana mengerikannya serangan militer Indonesia ke pos Mapu hingga menyisakan belasan prajurit yang selamat, itu pun dalam kondisi luka.

Tentara Australia dengan senjata MAG58 di Kalimantan

Dia menggambarkan jika pasukan RPKAD berhasil memasuki pos tanpa terdeteksi karena berhasil menyamarkan suara langkah kaki bersamaan dengan datangnya hujan lebat. Sekitar pukul 05.00 WIB dimana suasana pos masih dalam keadaan gelap, pasukan Indonesia dengan rentetan dan desingan peluru yang diikuti suara ledakan roket (Bangalore) menjebol salah satu sisi dinding pos pertahanan Mapu sangat mengejutkan pasukan Inggris yang saat itu sebagian besar tengah istirahat.

Melalui salah satu sisi dinding pos yang sudah berlubang, pasukan Indonesia secara tiba-tiba merangsek kedalam sambil terus memberikan tembakan seporadis ke seluruh sudut ruangan hingga mengenai sejumlah tentara Inggris. Sempat ada yang berusaha memberikan perlawanan tapi sia-sia karena pasukan Indonesia bergerak sangat cepat dan dekat.

Satu persatu, pasukan Indonesia yang dikenali sebagai RPKAD itu menyusuri pos termasuk tempat kedudukan mortir milik Inggris dan menewaskan dua penjaganya. Serangan yang terbilang kilat membuat kekuatan pos Mapu seketika lumpuh. Banyak prajurit Inggris mengalami luka berat hingga tewas dalam serangan pendadakan tersebut.

Mayor Jon Fleming, seorang komandan Kompi B dari Inggris mengaku terkejut mendapati pos Mapu mendapatkan serangan kilat dari pasukan Indonesia. Setengah tidak percaya, Ia mencoba keluar ruangan melihat dari kejauhan pos Mapu yang diterangi api ledakan, kilatan peluru tracer dan suar. Dengan mata kepalanya sendiri Ia melihat bagaimana gerilyawan Indonesia yang tak lain adalah RPKAD melumpuhkan pasukan para-nya yang mencoba memberikan perlawanan tapi sia-sia. Ledakan mortir juga menghancurkan menara pengawas dan membunuh prajuritnya yang dia kenal salah satunya bernama Smith. Tidak cuma itu, pasukan RPKAD juga berhasil melukai dua penjaga gudang mortir.

Mayor Fleming kemudian bergegas mencari radio dan melaporkan situasi pos Mapu ke atasannya Letkol Ted Eberhardie sekaligus minta bantuan untuk memperkuat kedudukannya di pos Mapu. Dalam kondisi panik, Fleming perintahkan prajuritnya bernama Serma William segera mengumpulkan sisa prajurit yang terluka untuk dibawa ke tempat aman. Saat Fleming berusaha kembali menyusun perlawanan, pasukan RPKAD menembakkan sebuah mortir dan menghujaninya tembakan hingga menyisakan lima orang prajuritnya seperti yang tertulis di Paratroopers, Ready for Anything.

Dalam kondisi terdesak, Serma William bergegas meraih senapan mesin yang ada didekatnya dan menyiramkannya ke arah pasukan Indonesia hingga kembali masuk ke parit.

Saat fajar mulai menyingsing dimana jarak pandang mulai terlihat jelas, pasukan Inggris yang tersisa dengan kondisi yang cukup parah mencoba mencari posisi bertahan sambil menunggu bantuan datang. Ketika pasukan Gurkha yang dikirim oleh Inggris tiba ke lokasi pos Mapu untuk bersiap memberikan bantuan, pasukan Indonesia sudah mundur dan menghilang.

Pasukan RPKAD sebelum dikirim ke Malaysia

Keberhasilan pasukan RPKAD dari Kompi Benhur Grup 2 menghancurkan pos Mapu disambut dengan gemilang oleh rekan-rekannya. Oleh pimpinan ABRI mereka diberi promosi kenaikan pangkat, bahkan mereka juga diberi kehormatan untuk berbaris didepan Presiden Soekarno.

Meskipun Operasi Dwikora pada tahun 1966 dinyatakan berakhir, setidaknya berbagai kisah dan prestasi telah berhasil ditorehkan oleh pasukan yang kemudian dikenal dengan nama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini.

Serangan Pos Mapu dan Strategi Eksperimental Indonesia
Menurut Nicholas van der Bijl dalam tulisannya berjudul Confrontation the with Indonesia, 1962-1966, serangan Indonesia ke pos Mapu merupakan serangan eksperimental yang dibuat oleh Sarwo Edhie Wibowo saat mengikuti kursus Staff Queenschliff di Australia untuk membuktikan konsepsinya tentang pasukan kecil yang mampu menaklukan pasukan besar.

Selama operasi Dwikora berlangsung, Sarwo merencanakan adanya serangan fenomenal dengan melibatkan pasukan RPKAD dalam jumlah kecil yang diisi oleh orang-orang berpengalaman untuk bergerilya melawan pasukan Inggris disepanjang perbatasan Malaysia.

Pasukan SAS Inggris didrop menggunakan helikopter

Pos Mapu menjadi sasaran utama untuk menguji konsep ini karena sering digunakan Inggris mendrop pasukan paratroops dari Kompi B Batalyon Ke-2 Resimen Parasut Inggris yang diperkuat SAS sebelum akhirnya berpatroli di hutan-hutan sepanjang perbatasan Kalimantan. Selain itu pasukan yang dikirim juga memiliki jam terbang kurang atau minim pengalaman sehingga dianggap tepat untuk dijadikan sebagai sasaran teori gerilya yang dibuat oleh Sarwo Edhie.

Sarwo dapat mengetahui kekuatan lengkap pasukan Inggris di Mapu karena sebelumnya sudah melakukan pengamatan selama sebulan, dimana diketahui terdapat hari-hari tertentu Mapu hanya dijaga oleh satu peleton pasukan para dengan sisanya berpatroli disepanjang perbatasan. Serangan ini dianggap berhasil karena pada akhirnya pasukan RPKAD yang dikirim dapat menghancurkan pos Inggris yang dijaga ketat dan dilengkapi persenjataan berat seperti senapan mesin dan meriam.

Editor : Devina | Foto : Ist 
Tidak Banyak Yang Tahu, Ternyata Ini Perbedaan Antara Raider Biasa Dengan Para Raider

Tidak Banyak Yang Tahu, Ternyata Ini Perbedaan Antara Raider Biasa Dengan Para Raider


Infokomando
- Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki pasukan elit terbanyak di dunia. Dengan berbagai kemampuan berspesifikasi khusus yang dimilikinya, tentu saja membuat militer Indonesia cukup disegani dunia. Sebut saja Raider, Taifib, Taipur, Kopaska sampai dengan tingkatan tertinggi yaitu Denjaka, Den Bravo 90 dan Sat 81 Kopassus.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu mantan KSAD sekaligus Menhan, bila kekuatan TNI secara teknologi belum memadai maka yang diperhebat adalah kemampuan manusianya. Untuk itu Indonesia perlu membentuk banyak sekali pasukan dengan kemampuan diatas rata-rata satuan reguler agar dapat menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan perkembangan jaman..

Tapi dari sekian banyak nama-nama pasukan yang berkualifikasi elit tersebut, ada satu yang menarik untuk dibahas yaitu Raider.

Raider disebut sebagai pasukan elit, karena satuan ini selain memiliki kemampuan anti-gerilya, perang kota, mobil udara (Mobud) dan anti teror, Satuan Raider juga memiliki pengalaman operasi tempur yang terbilang prestis yaitu berhasil menetralisir Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2004 lalu dan membunuh salah satu Panglima tertingginya yang bernama Ishak Daud.

Saat itu Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu selaku Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengungkapkan jika pasukan berlambang petir ini dibentuk sebagai jawaban untuk menuntaskan pemberontakan GAM yang dipandangnya sudah sangat meresahkan. Tidak hanya itu, Raider juga dipersiapkan untuk menghadapi ancaman perang modern yang berpotensi dilakukan oleh negara-negara agresor.

Unit penanggulangan teror (Gultor) Raider

Saat awal pembentukannya tahun 2003 lalu, sebanyak delapan satuan yonif pemukul Kodam dan dua satuan yonif milik Kostrad dibekukan oleh KSAD untuk ditingkatkan menjadi satuan berkemampuan Raider. Nama-nama satuan tersebut adalah Yonif Linud 100/BB, Yonif 145/Bhakti Nagara, Yonif 327, Yonif 401 Banteng Raider, Yonif 507/Sikatan, Yonif Linud 612/Modang, Yonif Linjud 700 Wira Yudha Sakti, Yonif 741/ Satya Bhakti, Yonif 323/ Buaya Putih, dan Yonif 412/Bharata Eka Sakti.

Namun seiring dengan berkembangnya ancaman ditambah dengan banyaknya prestasi yang diperoleh oleh satuan-satuan yang berkualifikasi Raider ini. Pada tahun 2013 lalu TNI AD dibawah pimpinan Jenderal TNI Moeldoko akhirnya kembali menambah tiga batalyon infanteri untuk ditingkatkan menjadi batalyon Raider yakni Yonif 411/Pendawa Divif 2 Kostrad, Yonif 111/Karma Bakti Kodam Iskandar Muda dan Yonif 641/Beruang Hitam Kodam XII/Tanjungpura. 

Banteng Raider

Sebenarnya jauh tahun sebelumnya sekitar 1952, TNI AD sudah pernah memiliki tiga batalyon berkualifikasi Raider yang bermarkas di Jawa Tengah. Nama ketiga satuan batalyon tersebut adalah Yonif Linud 436 "Banteng Raider I", Yonif 454 "Banteng Raider II" dan Yonif 441 "Banteng Raider III". Tujuan dibentuknya Banteng Raider saat itu oleh Letkol Ahmad Yani adalah untuk melawan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.

Akan tetapi tahun 1963, Yonif 441 BR III dilebur menjadi batalyon RPKAD dan kemudian disusul Yonif Linud 434 BR I pada tahun 1965 atas permintaan Letkol Sarwo Edhie kepada Letjend Ahmad Yani yang saat itu sudah menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangad) dengan alasan untuk memperkuat satuan RPKAD yang sedang bertempur di perbatasan Malaysia.

Sedangkan untuk Yonif 454 BR II diputuskan tetap menjadi bagian dari Kodam Diponegoro. Yonif 454 BR II inilah yang suatu ketika kemudian berhasil dimanfaatkan oleh sejumlah oknum Perwira TNI AD yang terpengaruh oleh PKI lalu dibawa ke Jakarta untuk bertempur melawan pasukan RPKAD di Hek.

Kembali ke topik awal, keberadaan pasukan berkualifikasi Raider memang tidak bisa diremehkan mengingat kemampuan bertempurnya yang ada diatas rata-rata batalyon infanteri reguler lainnya. Prajurit TNI AD yang terpilih mengikuti seleksi Raider harus menjalani tiga tahap latihan (tahap basis, gunung hutan dan rawa laut) yang cukup berat di Batujajar, Bandung Jabar.

Prajurit Raider saat latihan Ralasuntai

Pendidikan Raider dilakukan selama enam bulan dibawah pengawasan langsung para pelatih dari korps baret merah Kopassus. Seperti halnya pendidikan Kopassus, selama pendidikan mereka diharuskan melepas tanda pangkat yang tersemat di seragamnya. Hal ini bertujuan agar selama pendidikan di Batujajar mereka akan memiliki jiwa senasib sepenanggungan dan kesetaraan sesama kawan. Tidak peduli Perwira, Bintara ataupun Tamtama semuanya mendapat perlakuan sama.

Perbedaan prajurit berkualifikasi Raider dengan Para Raider
Meskipun keduanya sama-sama memiliki kualifikasi Raider, namun terdapat perbedaan yang mencolok diantara keduanya. Jika prajurit berkualifikasi Raider dibekali kemampuan perang modern, anti gerilya, anti teror dan mobil udara, maka untuk Para Raider ditambah kemampuan lintas udara (Linud) dimana kemampuan ini banyak dimiliki oleh satuan dari Kostrad.

Yonif Para Raider 501/Bajra Yudha Kostrad bersiap latihan terjun payung (Linud)

Diungkapkan oleh Kapen Kostrad Letkol Agus Bhakti pada 2015 lalu, jika satuan Raider pada umumnya hanya dimobilisasi menggunakan mobil udara (Mobud) seperti helikopter, maka untuk Para Raider selain bisa diterjunkan menggunakan helikopter juga bisa menggunakan pesawat terbang.

Dibentuknya pasukan Raider ini merupakan jawaban TNI AD untuk menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks. Disamping mampu melaksanakan berbagai operasi taktis dalam rangka Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer selain Perang (OMSP), pasukan Raider juga dituntut harus mampu melaksanakan operasi khusus Raid penghancuran dan Raid pembebasan Sandera atau tawanan baik itu berbentuk ancaman non tradisional bersifat lintas negara maupun isu-isu keamanan yang timbul di dalam negeri.

Penulis : Devina | Foto : Ist
Diklaim Lebih Unggul Dari AK-47, Pindad Ingin SS-3 Disetarakan dengan Sig Sauer 716 Austria

Diklaim Lebih Unggul Dari AK-47, Pindad Ingin SS-3 Disetarakan dengan Sig Sauer 716 Austria


Infokomando
- Tahun 2016 lalu, pabrik senjata ternama PT. Pindad telah merilis senapan serbu terbarunya SS-3 bersamaan dengan senapan serbu SS-2 subsonic 5,66 mm, Sub Machine Gun dan Pistol G2 Premium di Aula Bhineka Tunggal Ika Kemenhan di Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Sejumlah pejabat dan tamu undangan hadir termasuk Menteri Pertahanan Ryamizard Ryachudu untuk melihat secara langsung senapan serbu hasil produksi Pindad.

Namun yang jadi perhatian dalam acara launching tersebut adalah senapan serbu SS-3 yang dinyatakan sebagai senapan berkategori Designated Marskmen Rifle (DMR).

Awalnya banyak yang menduga jika Mockup SSX bergambar senapan laras panjang berlabur warna coklat gurun mirip FN SCAR itu akan diberi nama SS-4. Tapi setelah dirilis, ternyata Pindad memberinya nama  SS-3. Hal ini juga dapat dilihat pada laman resminya yang mencantumkan nama SS-3 bukannya SS-4 seperti yang dikira.


Pindad mengaku jika SS-3 ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan para Marksmen dengan jangkauan efektif antara 300-700 meter. Berhubung senapan tersebut memiliki jarak tembak hingga diatas 300 meter bisa dipastikan amunisi yang digunakan adalah kaliber 7.62x51 mm, namun sedikit lebih besar dari jenis amunisi yang digunakan AK47 yaitu 7.62x31mm.

Tidak hanya itu, untuk membuat tembakannya tetap stabil saat digunakan untuk menarget sasaran jauh. Pindad melengkapi senapan tersebut dengan rail interface agar dapat dipasang tripod atau handgrip. Pada bagian popor juga terdapat penyangga yang dapat dibuka tutup.

Pindad mengungkapkan jika senapan SS-3 ini merupakan jenis main battle rifle yang mengadopsi peluru GPMG FN MAG 58 berukuran 7.62X51 mm. Selain itu SS-3 didesain dengan menggunakan metode reverse engineering dimana pada proses ini Pindad menggabungkan beberapa produk senjata baik yang berasal dari Pindad maupun non-Pindad.


Semisal jika kita perhatikan pada bagian rumah mekanik SS-3, terdapat kemiripan desain dengan SS-1. Kemudian untuk laras, SS-3 mengadopsi punya SPR-1. Kerennya lagi, SS-3 dilengkapi picanty rail sebagai tempat untuk menambahkan aksesories mirip punya FN SCAR. Namun meskipun begitu, SS-3 tidak sepenuhnya hasil dari penggabungan sejumlah senjata. Sebagian ada yang benar-benar baru seperti popor yang dapat dilipat dan dapat diatur sesuai kebutuhan penembak.

Untuk desainnya sendiri, Pindad mendapatkan banyak masukan dari penggunanya agar membuatkan senapan dengan jarak efektif diatas 300 m namun tetap memiliki akurasi baik. Termasuk bobot dan kenyamanan senapan saat digunakan untuk bertempur dan mobile.


Pindad mengklaim jika SS-3 produksinya memiliki sedikit keunggulan diatas senapan legendaris Mikhail Kalashinkov AK-47, terutama jarak efektif dan akurasinya. Tidak cuma itu, SS-3 merupakan penyempurnaan dari pendahulunya SS-2 dan mampu menyemburkan 740 - 810 peluru per menit.

Dengan kemampuan DMR yang diusungnya, Pindad ingin SS-3 tidak disetarakan dengan AK-47 melainkan dengan senapan sekelasnya seperti Sig Sauer 716, M110 dan Dragunov SVD.

Sejak awal diperkenalkan ke publik tahun 2016 lalu diketahui ada dua negara Timur Tengah yang sempat menyatakan minatnya untuk memesanan senapan DMR made in Pindad ini. 

Penulis : Andre | Foto : Ist 
Pindad Menciptakan SPR-4 Untuk Mengisi Kekosongan Jarak Tembak Yang Dimiliki Pendahulunya

Pindad Menciptakan SPR-4 Untuk Mengisi Kekosongan Jarak Tembak Yang Dimiliki Pendahulunya


Infokomando
- PT. Pindad semakin menunjukkan taringnya sebagai perusahaan industri dan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan produk militer. Hal ini dapat dilihat sejak diresmikannya tahun 1983, Pindad sudah melahirkan banyak sekali Alat Utama Sistim Pertahanan (Alutsista) mulai dari amunisi, persenjataan perorangan, panser hingga tank medium.

Seperti pada 9 Oktober 2017 lalu, Pindad kembali memperkenalkan senapan runduk terbaru buatannya SPR-4 dengan kaliber peluru 8,6 mm atau dikenal juga sebagai kaliber 0.388 inchi (.388 Lapua Magnum).

Senapan runduk SPR-4 bisa dikatakan barang istimewa dikarenakan tidak menggunakan amunisi standart seperti senapan runduk pada umumnya, SPR-4 menggunakan amunisi khusus untuk sniper berbentuk bottle necked berukuran 8,7x70 mm yang dapat menembus sasaran lunak. Selain itu amunisi ini juga memiliki kemampuan anti-material. Jarak jangkau efektif dari SPR-4 juga terbilang jauh yakni kisaran 1.500 m dan sangat cocok digunakan untuk prajurit berkemampuan Marskmen.

Kekhususan ini sengaja dibuat oleh Pindad untuk mengisi kekosongan jarak tembak yang dimiliki oleh pendahulunya SPR-2 (jarak efektif 2.000 m) dan SPR 3 (jarak efektif 700 m). Antara jarak kedua senjata tersebut, SPR-4 mengisi ditengah-tengahnya yakni jarak 1.700 m.

SPR-2 dengan kaliber 12.7 mm sebenarnya juga sudah cukup handal digunakan dilapangan, namun karena bobotnya yang cukup berat akan menyulitkan operator yang membawanya. Mungkin diantara sobat Infokomando pernah melihat tayangan video prajurit TNI ketika membawa SPR-2 dalam peristiwa kontak tembak dengan OPM di Papua sempat terlihat ngos-ngosan. Apalagi medan terjal yang dilaluinya cukup menguras tenaga dibawah tembakan senjata OPM. 

Ingin mengandalkan SPR-2 yang tergolong ringan namun jarak jangkaunya hanya mentok sampai 800 m. Sedangkan medan Papua dikelilingi gunung dan bukit tinggi dengan jarak pandang luas. Disinilah Pindad melihat adanya kekosongan jarak yang perlu dicarikan solusi sehingga lahirlah SPR-4.

Dengan bobot lebih ringan dari SPR-2 dan jarak jangkau diatas SPR-3, SPR-4 tergolong senjata yang cukup ideal. Untuk kapasitas magasin yang dianut SPR-4 maksimal dapat diisi lima peluru dengan bobot keseluruhan 12 Kg. Panjang senjata keseluruhan sekitar 130 cm, dengan sistem kerja bolt action. Dibagian ujung laras SPR-4 juga dilengkapi peredam hentakan dan suara.

Tidak hanya itu, tampilan body SPR-4 juga sangat matching dengan laburan warna coklat gurun, ditambah adanya RIS (rail integration system) membuat SPR-4 dapat dilengkapi sejumlah aksesoris sesuai kebutuhan operator.

Bagi TNI tentunya keberadaan SPR-4 dapat melengkapi inventori persenjataan laras panjangnya, terutama untuk mengisi kebutuhan penembak runduk. Karena selama ini selain sudah menggunakan SPR-2, TNI juga menggunakan AWM 338 (L115A3) buatan Accuracy International, Inggris.

Editor : Indra | Foto : Ist 
Diam-Diam AS Mencuri Sistem Pertahanan Udara Pantsir buatan Rusia Menggunakan Pesawat Globemaster III

Diam-Diam AS Mencuri Sistem Pertahanan Udara Pantsir buatan Rusia Menggunakan Pesawat Globemaster III


Infokomando - Diluar dugaan ternyata militer Amerika Serikat diam-diam mencuri sistem persenjataan pertahanan udara Pantsir buatan Rusia dari tangan Government of National Accord (GNA) dan mengangkutnya ke Jerman menggunakan pesawat Globemaster III untuk dipelajari.

Dilansir dari media thetime.co.uk, Kamis (27/01/2021) Amerika dilaporkan mencuri Pantsir dari pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar di Libya pada bulan Juni 2020 lalu dalam sebuah misi rahasia yang dinamakan “mengamankan” aset berharga musuh.

Operasi itu melibatkan sebuah pesawat angkut raksasa jenis Globemaster III yang didaratkan di Bandara Internasional Zuwarah yang terletak di sebelah barat Tripoli. Setelah itu pesawat tersebut kemudian terbang membawa Pantsir menuju Pangkalan Udara Ramstein di Jerman.


Amerika mendapatkan barang berharga tersebut dari konflik Libya yang melibatkan tentara Libyan National Army (LNA) dan tentara Government of National Accord (GNA).

Selama pertempuran berlangsung diantara keduanya, diketahui jika pasukan LNA telah diperkuat beberapa sistem pertahanan udara jenis Pantsir yang didatangkan Uni Emirat Arab.

Meski menggunakan sasis truk MAN SX 8×8 buatan Jerman akan tetapi untuk sistem persenjataan utamanya tetap sama sehingga Amerika dan sekutunya melihat Pantsir yang dioperasikan oleh LNA adalah aset berharga yang harus dapat dikuasai.

Amerika mengetahui keberadaan Pantsir buatan Rusia tersebut setelah tentara GNA berhasil menguasai pangkalan udara yang sebelumnya dipertahankan oleh tentara LNA. Pantsir itu tersimpan disebuah hanggar dalam keadaan hangus namun masih tampak utuh.


Mendengar salah satu mesin perang buatannya dirampas pihak barat, Rusia mengatakan tidak akan ambil pusing karena versi ekspor yang dimiliki UEA sudah dilucuti sistem sensitifitasnya dan berbeda dengan versi asli yang dimiliki Rusia.

Namun meskipun demikian, Amerika dan sekutunya tetap menganggap ini sebagai sebuah keberhasilan besar karena pada akhirnya dapat mengintip bagian dalam teknologi Pantsir untuk kepentingan militer Amerika kedepan.

Editor : Andre | Foto : Ist 
Taiwan Berhasil Kembangkan Rudal Jarak Jauh Dengan Kecepatan Subsonik

Taiwan Berhasil Kembangkan Rudal Jarak Jauh Dengan Kecepatan Subsonik


Infokomando - Baru-baru ini Angkatan Bersenjata Taiwan telah menunjukkan kemampuan serangan jarak jauhnya yang diperlihatkan dalam sebuah latihan bersekala besar di pangkalan udara Tainan Selatan.

Sebelumnya pada pekan lalu, Angkatan Udara Taiwan berhasil mengoperasionalkan rudal subsonik dari udara ke darat bernama "Wan Chien" dan kali ini rudal yang sama juga digunakan pada pesawat Indigenous Defense Fighter (IDF), yang juga dikenal sebagai F-CK-1 atau Ching-Kuo.

Menurut salah satu media pemerintah Taiwan, Rudal Wan Chien dikembangkan oleh unit penelitian militer Taiwan, National Chung-Shan Institute of Science and Technology (NCSIST), dimana rudal ini memiliki kemampuan dapat menghantam sasaran berupa bandara dan unit militer China di pesisir Fujian dan Guandong.


Dengan jarak jangkau maksimum sekitar 240 kilometer, rudal ini dianggap cukup berbahaya apalagi bila ditembakkan dari pesawat tempur.

Menurut CSIS Missile Defense Project, Wan Chien memiliki panjang 3,5 m, dengan diameter 0,63 m, dan berat peluncuran sekitar 650 kg. Rudal ini memiliki sayap pop-out yang keluar setelah diluncurkan dengan rentang sayap 1,5 m. Rudal dipandu oleh INS/GPS dan diperkirakan juga memiliki terminal seeker. Muatannya diperkirakan sebesar 350 kg dengan hulu ledak high explosive, semi-armor piercing, atau submunisi. Hulu ledak submunisi dilaporkan dapat dilengkapi dengan 100 bomblet. 

Saat ini NCSIST tengah memulai pekerjaan varian rudal dengan jangkauan yang lebih jauh mencapai 400 km.

Editor : Rendana | Foto : Ist 
Bantu Korban Gempa Sulbar, TNI AD Kerahkan Helikopter NBell-412 Untuk Kirim Bantuan ke Daerah Terpencil

Bantu Korban Gempa Sulbar, TNI AD Kerahkan Helikopter NBell-412 Untuk Kirim Bantuan ke Daerah Terpencil


Infokomando - Gempa bumi bermagnitudo 6,2 di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat beberapa waktu lalu telah mengisolir sejumlah pemukiman warga. Sehingga untuk mengakses lokasi tersebut diperlukan transportasi khusus seperti helikopter.

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang tergabung dalam satgas bencana alam demi dapat menjangkau warga Dusun Lolonggauang, Desa Labuang Rano, Kecamatan Tapalang Barat, Kabupaten Mamuju yang lokasinya terpencil dan terisolir harus mengerahkan helikopter untuk menjangkau warga yang butuh bantuan.

Seperti yang diungkapkan oleh Dandim Mamuju Kolonel Inf Aji Sartono di Mamuju, Sabtu (30/1) lokasi warga yang sangat jauh dan tidak ada akses jalan yang dapat digunakan menuju lokasi maka TNI AD harus menggunakan alat transportasi udara seperti pengerahan helikopter Bell-412 milik Penerbad.

"Gempa bumi telah merusak akses jalan yang menuju ke pelosok, sedangkan masyarakat disana memerlukan bantuan berupa bahan makanan agar dapat bertahan hidup" ungkapnya.

Total ada 91.003 jiwa warga Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi yang sampai saat ini tercatat sebagai pengungsi akibat gempa berkekuatan magnitudo 6,2 yang melanda wilayah tersebut.

Editor : Andre | Foto : Ist