Showing posts with label Wawasan. Show all posts
Showing posts with label Wawasan. Show all posts
Rp 1,7 Kuadriliun, Nilai Wajar Untuk Modernisasi Alutsista TNI Yang Sudah Menua

Rp 1,7 Kuadriliun, Nilai Wajar Untuk Modernisasi Alutsista TNI Yang Sudah Menua


Infokomando - Sepintas membaca Rancangan Perpres Pengadaan Alutsista yang memerlukan anggaran sebesar US $125 milyar atau bila dirupiahkan sebesar Rp. 1,7 kuadriliun, bola mata kita langsung membesar dan melotot lalu geleng-geleng kepala dengan berbagai komentar dan mimik. wow, luar biasa, amazing, gede amat dan sebagainya. Jumlah duit yang diperlukan sebanyak itu untuk program pengadaan alutsista sampai tahun 2045 sebenarnya biasa-biasa saja. Artinya selama lima "repelita"  setiap repelitanya disediakan dana 25 milyar dollar. Sekedar info ketika program strategis MEF (Minimum Essential Force) jilid satu dimulai tahun 2010 di era Presiden SBY dikucurkan dana US $ 15 milyar selama lima tahun dari pinjaman luar negeri (PLN).

Dalam pandangan kita rancangan Perpres itu adalah untuk memantapkan sebuah harapan besar yang untuk horizon hari ini boleh jadi dianggap sebagai ambisi berbumbu pedas tendensius. Namun dalam sudut lihat yang tak terlihat, out of the box, beyond visual range sebenarnya rancangan besar ini merupakan lompatan besar, luar biasa dan cerdas yang harus kita apresiasi. Belanja pertahanan bukan termasuk biaya habis pakai melainkan investasi bernilai puluhan tahun untuk menjaga eksistensi negara. Jadi melihat besarnya anggaran pertahanan bukan untuk menandingkannya sebagai Cost Against Revenue di APBN, tetapi untuk investasi membangun pagar dan benteng teritori negeri yang bermanfaat selama puluhan tahun ke depan.

Tank medium Harimau made in Pindad

Persoalan yang mengemuka dan menghangat di publik adalah anggaran belanja alutsista sebesar 125 milyar setara dengan 1.750 trilyun rupiah itu akan dibelanjakan seluruhnya sampai tahun 2024 dengan skema PLN. Pada sisi yang lain banyak kita yang tidak menyadari bahwa posisi kekuatan alutsista kita sampai saat ini belum sampai pada kriteria minimal apalagi mencukupi. Yang mau dikejar Kemenhan adalah ketertinggalan dan ketercukupan perolehan alutsista. Makanya diperlukan model belanja extra ordinary untuk segera mencukupi kebutuhan alutsista dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.  Lihat saat ini dinamika kawasan utamanya Laut China Selatan (LCS) sangat dinamis dan penuh ketegangan. Kabar terkini barusan16 jet tempur canggih China berparade di udara Sabah yang membuat Malaysia panas dingin lalu mengirim jet tempur Hawk untuk scramble. Jelas Hawk bukan tandingan jet tempur China.

Mari melihat dengan kacamata bening sudah sejauh mana kekuatan taring militer Indonesia saat ini. Meski sudah ada program MEF jilid satu sampai jilid tiga apakah kemudian kita lantas sudah merasa kuat dan hebat. Jawabnya jauh panggang dari api karena target minimum essential force belum tercapai sampai dino iki (Sampai hari ini: red). Teritori Indonesia sangat luas, strategis dan penuh kandungan sumber daya alam atas air dan bawah air. Peta geografi negeri kepulauan ini membentang luas mempertemukan samudra Pasifik dan samudra Hindia. Namun alat pelindung teritorinya masih sangat kurang. Kekuatan militer kita untuk melindungi asset teritori yang luas dan kaya ini belum sepadan.

Oleh sebab itu rencana spektakuler Kementerian Pertahanan untuk menggelar program pengadaan alutsista secara terpadu, cepat dan sistematis melalui payung hukum Perpres mestinya kita sikapi dengan cara pandang beyond visual range, out of the box dan horizon terjauh. Program ini adalah untuk percepatan perolehan kualitas dan kuantitas alutsista. Kita berpacu dengan waktu untuk segera mendatangkan berbagai jenis alutsista strategis. Saat ini kita membutuhkan tambahan 5 skadron jet tempur, 8 kapal selam baru, 16 fregat baru. Dan itu harus bisa dipenuhi dalam lima tahun ke depan.

Deretan Alutsista TNI

Kita belum sampai di target minimal meski sudah sampai di jilid tiga MEF. Dan ada kesan penguatan itu berjalan lambat, bertele-tele, dan setiap kedatangan alutsista pesanan itu "dijamin" terlambat.  Kekuatan militer kita dengan sejumlah alutsista yang dimiliki saat ini belum sampai memenuhi ukuran minimal yang dibutuhkan. Negeri yang luas teritorinya seluas benua Eropa hanya dijaga 2 skadron F16 dan 1 skadron Sukhoi, Ironi sekali.  Mestinya kekuatan angkatan udara standar untuk negeri ini ada di 10-12 skadron jet tempur penggentar tidak termasuk T50, Hawk dan Super Tucano. Itulah yang ingin dipenuhi dan dipercepat oleh Kemenhan.

Rencana besar Kemenhan ini selayaknya kita apresiasi. Sudah 12 tahun MEF berjalan dan selama waktu itu dinamika kawasan membuka cakrawala pandang kita bahwa semua negara yang berkonflik dengan China membangun kekuatan militernya.

Sudah 12 tahun kita modernisasi kekuatan militer kita menuju kekuatan minimal, nyatanya persentase target belum memuaskan. Maka daftar belanja alutsista dengan membeli sekaligus dalam jumlah besar adalah untuk menjawab percepatan dan ketertinggalan itu. Kita harus cepat menghadirkan sejumlah alutsista strategis, gahar dan berteknologi canggih. Kita harus mengejar ketertinggalan kita.

Maka kita sambut Jepang untuk membangun bersama 8 kapal perang fregat Mogami Class dengan percepatan prosesnya. Sementara 2 Iver Class yang sudah teken kontrak bisa ditambah menjadi 6 unit. Kekuatan TNI AU dipercepat dengan tambahan 36 jet tempur Rafale dan 8 jet tempur F15. Harus segera direalisasikan. Kita tidak bisa lagi pakai cara-cara standar dalam pemenuhan kebutuhan alutsista, beli bertahap dan tetap kurang. Harus ada langkah yang bisa memenuhi asa out of the box, percepat proses pengadaan dan beli dalam jumlah besar dengan transfer teknologi. Sementara dua program strategis lainnya yaitu pengembangan jet tempur KFX / IFX dan kapal selam Changbogo dengan Korsel dilanjut lagi. Juga industri pertahanan dalam negeri tetap menjadi prioritas pengadaan. Kalau semua ini berjalan lancar maka diniscayakan matahari tahun 2025 akan bisa menyaksikan awal episode kehebatan revolusi modernisasi alutsista Indonesia.

****
Jagarin Pane
Semarang, 5 Juni 2021
Penulis adalah pemerhati pertahanan dan alutsista TNI

Editor : Devina | Foto : Ist 
Kopassus Pernah Selamatkan Pasukan Pengintai Spanyol Dari Kejaran Hizbullah

Kopassus Pernah Selamatkan Pasukan Pengintai Spanyol Dari Kejaran Hizbullah


Infokomando - Konflik antara Israel dan Palestina terus meningkat dalam beberapa hari belakangan ini, puluhan warga Palestina tewas di Gaza dalam aksi serangan udara zionis Israel paling intensif selama bertahun-tahun.

Tindakan Israel yang provokatif kemudian dibalas oleh serangan roket dari para pejuang Hamas di Jalur Gaza. Akibatnya, sejumlah warga Israel meninggal.

Selain dengan pejuang Palestina, Zionis Israel juga pernah berkonflik dengan milisi Hizbullah di Libanon. Sayap politik dan paramiliter Syiah ini memiliki pengaruh yang sangat kuat di Libanon. Hizbullah juga memiliki beberapa kursi di parlemen.

Ada kisah menarik dari Pasukan Tentara Negara Indonesia (TNI) yang pernah melakukan misi di Libanon. Saat itu, prajurit Kopassus yang ditugaskan sebagai pasukan PBB berhasil menyelematkan pasukan elite Spanyol dari kepungan milisi Hizbullah.

Kisah ini diceritakan dan ditulis kembali dalam buku yang berjudul “Kopassus untuk Indonesia”. Sebuah karya menarik yang disusun oleh E.A Natagera dan Iwan Santosa.

Kejadiannya bermula ketika Tim Recce (pengintai) dari pasukan Spanyol melakukan patroli disekitar daerah Libanon. Mereka membawa 60 orang pasukan dengan 10 unit panser yang berjalan beriringan. Di tengah perjalanan, mereka kemudian melihat sebuah kabel di saluran air. Kabel tersebut diduga merupakan bagian dari aliran komunikasi milisi Hizbullah. Barang itupun kemudian difoto sebagai barang bukti untuk dilaporkan kepada komandan mereka.

Pasukan Unifil dari Indonesia

Sayangnya, aktifitas tersebut diketahui langsung oleh anggota milisi Hizbullah. Konvoi mereka pun dikejar kemudian dikepung oleh pasukan milisi Hizbullah dengan senjata lengkap. Saat itu milisi Hizbullah menggunakan motor trail dan membawa senjata AK-47 serta roket anti-tank/ RPG.

“Anda punya senjata, kami juga punya senjata. Kami tidak pernah takut untuk menghadapi Anda,”ujar salah satu milisi Hizbullah.

Berada dalam posisi terdesak, militer Spanyol kemudian segera menghubungi pos TNI yang juga ada di Libanon. Pada saat itu pasukan Spanyol dan TNI tergabung dalam United Nation Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Yakni sebuah pasukan perdamaian yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pasukan TNI yang datang segera menengahi kedua kelompok tersebut dan memintanya untuk berdialog bersama. Pihak milisi Hizbullah pun setuju untuk berdialog dan menghentikan pengejaran terhadap pasukan Spanyol.

Hasil akhir dari dialog tersebut adalah pasukan milisi Hizbullah setuju untuk berdamai dan menghindari konflik. Mereka hanya meminta memory card yang digunakan pasukan Spanyol mengambil gambar diberikan kepadanya. Syarat ini pun disetujui oleh pihak militer Spanyol dan menyerahkannya begitu saja.

Setelah keadaan lumayan membaik, pasukan TNI coba meluruskan masalahnya kepada anggota milisi Hizbullah. Pasukan TNI memang terkenal dekat dengan warga sekitarnya. Gemar membantu dan dinilai ramah oleh masyarakat Libanon yang pernah bersinggungan dengan TNI.

Hal ini pun divalidasi oleh pendapat salah seorang anggota milisi Hizbullah. Ia mengatakan jika bukan pasukan Indonesia yang memintanya, akhir masalahnya pasti akan berbeda. Mereka memutuskan untuk berdialog dan menghindari konflik, karena sangat menghormati pasukan Indonesia.

Pasukan Hizbullah

"Kami orang Libanon sebenarnya tidak menghargai dan menghormati pasukan UNIFIL. Karena, mereka tidak berpihak secara adil pada masyarakat Lebanon. Tetapi, kami melakukan ini karena sangat menghormati Anda orang Indonesia," kata salah seorang anggota Hizbullah.

Setelah peristwa itu, Chief of Cimic Sector Major Ferera mengucapkan terima kasih kepada Staff Cimic Indonesia atas bantuan yang diberikan, termasuk perlindungan serta pengamanan terhadap Tim Recce Spanyol.

Editor : Devina | Foto : Ist | Sumber : Sindonews.com
Mengenal ISMERLO, Organisasi Tanggap Penyelamatan Kapal Selam Yang Didirikan NATO

Mengenal ISMERLO, Organisasi Tanggap Penyelamatan Kapal Selam Yang Didirikan NATO


Infokomando - ISMERLO didirikan NATO dan Kelompok Kerja Penyelamatan Kapal Selam (SMERWG) pada 2003, setelah tragedi tenggelamnya kapal selam Rusia, Kursk, yang tenggelam di Laut Barents dan menewaskan 118 awak di dalamnya.

Ketika KRI Nanggala-402 TNI Angkatan Laut langsung meminta bantuan International Submarine Escape and Rescue Liaison Office (ISMERLO), organisasi koordinasi internasional untuk operasi penyelamatan kapal selam.

"Ini kita kirim distress ke ISMERLO, langsung direspons Singapura dan Australia (mau mengirim bantuan) katanya," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Julius Widjono, pada Rabu (21/4) lalu.

Julius mengatakan bahwa permintaan bantuan ke negara tetangga melalui ISMERLO didasari atas kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan kru yang terjebak di dalam kapal.

ISMERLO memang merupakan lembaga yang memfasilitasi tanggapan internasional untuk kapal selam yang membutuhkan bantuan (DISSUB).

Fokus organisasi militer ini adalah untuk menyelamatkan nyawa di laut. KRI Nanggala-402 sendiri membawa 53 awak saat hilang kontak pada Rabu lalu.

Sejak saat itu, ISMERLO aktif memberikan dukungan koordinasi profesional dari komunitas kapal selam internasional kepada TNI AL.

"Tenaga ahli dari tim ISMERLO siap untuk diterjunkan guna menawarkan bantuan kepada TNI AL dengan koordinasi internasional penyelamatan dan pencarian aset untuk memastikan penyelesaian secepat mungkin," demikian pernyataan ISMERLO dalam situs resminya.

ISMERLO didirikan NATO dan Kelompok Kerja Penyelamatan Kapal Selam (SMERWG) pada 2003, setelah tragedi kapal selam Rusia, Kursk, yang tenggelam di Laut Barents dan menewaskan 118 awak di dalamnya.

ISMERLO didirikan untuk menyediakan layanan penghubung internasional demi mencegah dan merespons dengan cepat jika ada insiden kapal selam.

Mereka akan mengaktifkan sistem koordinasi penyelamatan internasional dengan cepat jika terjadi kecelakaan kapal selam.

Bermarkas di Northwood, Inggris, organisasi ini beranggotakan tim ahli pembebasan dan penyelamatan kapal selam dari berbagai negara.

Berdasarkan situs ISMERLO, setidaknya 15 negara dan satu tim NATO siap untuk mengerahkan bantuan ketika ada panggilan darurat.

Kelima belas negara itu terdiri dari Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Swedia, Inggris, Brasil, Prancis, Italia, Rusia, Spanyol, Turki, dan Amerika Serikat.

Dari jalur komunikasi ISMERLO inilah India dan Singapura mendapatkan informasi mengenai KRI Nanggala-402 dan memutuskan untuk mengirimkan kapal penyelamat.

"Di bawah aturan ISMERLO, kapal selam penyelamat harus dikerahkan ketika kapal selam lainnya dilaporkan hilang atau tenggelam dan harus ada peralatan khusus pencarian bawah air untuk mencari kapal selam itu dan menyelamatkan personel yang terperangkap," tulis Kementerian Pertahanan India.

Selain India, Singapura dan Malaysia juga sudah mengerahkan kapal untuk membantu operasi penyelamatan KRI Nanggala-402.

Sementara itu, Australia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat juga telah menyatakan siap mengerahkan personel untuk membantu pencarian KRI Nanggala-402.

Editor : Devina | Foto : Ist | Sumber : CNNIndonesia.com
Kisah 200 Pasukan Sriwijaya, Bertempur Sampai Mati Melawan Sekutu di Surabaya

Kisah 200 Pasukan Sriwijaya, Bertempur Sampai Mati Melawan Sekutu di Surabaya

Ilustrasi pasukan sriwijaya di kedung cowek
Jika mendengar nama Sriwijaya, ingatan kita seakan menerawang ke sebuah nama daerah yang bernama Sumatera. Karena disanalah sebuah kerajaan besar bernama Sriwijaya dengan armada perangnya yang dikenal gagah berani pernah berdiri. 

Namun siapa sangka pada perang 10 Nopember 1945 saat Surabaya bersiap menghadapi sekutu, ratusan pemuda dari luar Jawa yang kemudian menamakan kesatuannya sebagai Batalyon Sriwijaya tiba - tiba muncul dan ikut bergabung melawan sekutu bersama pasukan TKR.

Penasaran? simak kisah mereka

Kekalahan Jepang tanpa syarat kepada sekutu di perang pasifik tahun 1945 adalah momentum yang tidak disia-siakan oleh rakyat Indonesia untuk segera memproklamirkan kemerdekaannya dari belenggu penjajahan. Namun, kemerdekaan yang baru saja di proklamasikan kembali terancam dengan rencana kedatangan sekutu ke Indonesia yang ternyata didomplengi oleh Inggris yang ingin kembali berkuasa di Indonesia.

Untuk menghadapi kemungkinan terburuk, rakyat Indonesia di berbagai daerah segera membentuk organisasi militer dan merekurt pemuda lainnya untuk diajari cara bertempur. Awalnya mereka membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), tapi tidak lama kemudian BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Di Surabaya, situasi terlihat sangat kacau karena pemuda dan TKR sedang membuat kantong-kantong pertahanan untuk menyambut kedatangan sekutu.

kemudian membentuk organisasi bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan dari Inggris yang mendomplengi sekutu.

Di Surabaya para pemuda yang tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) segera membuat kantong-kantong pertahanan dan melucuti senjata Jepang, termasuk gudang amunisi Jepang di Kedung Cowek jatuh dan dikuasai TKR.

Seperti dikisahkan dalam buku "Benteng benteng Soerabaia" karya Nanang Purnomo, pasukan TKR kebingungan setelah menguasai Kedung Cowek mereka tidak bisa mengoperasikan meriam-meriam pantai dan artileri pertahanan udara yang bertengger diatas benteng.

Hingga suatu ketika tibalah serombongan pasukan "petualang" bekas Gyugun Jepang mendarat di Surabaya. Mereka tidak tahu arah dan tidak ada yang bisa berbahasa Jawa, karena keseluruhannya berasal dari luar pulau Jawa seperti  Tapanuli, Aceh, Deli serta beberapa dari Sumatera barat dan selatan. Mereka mengaku terdampar di Madura saat keluar dari Morotai menggunakan perahu, kemudian mereka menyeberang ke Surabaya untuk singgah.

Selanjutnya tanpa sengaja mereka bertemu dengan pimpinan TKR Kolonel dr. Wiliater Hutagalung yang juga berasal dari luar Jawa yaitu Tapanuli dan menjelaskan situasi Indonesia yang sudah merdeka. Wiliater juga mengatakan jika saat ini TKR bersama pemuda Surabaya lainnya sedang bersiap menunggu kedatangan Inggris yang ditengarai berniat merebut kemerdekaan Indonesia dengan mendomplengi sekutu.

Mendengar penjelasan Wiliater, rombongan tersebut akhirnya memutuskan untuk tinggal di Surabaya dan bergabung dengan TKR melawan Inggris. Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi, oleh TKR mereka diijinkan menyusun organisasinya sendiri dengan kepangkatan yang juga mereka tentukan sendiri. Setelah terbentuk, mereka menamakan dirinya sebagai Batalyon Sriwijaya.

Bergabungnya Batalyon Sriwijaya sebanyak kurang lebih 500 orang, TKR seperti mendapatkan kekuatan tambahan. Dan dengan pengalamannya sebagai pasukan Gyugun yang pernah berhadapan langsung dengan sekutu di Morotai tentu bukan hal sulit bagi pasukan Sriwijaya. Karena pasukan Gyugun di Morotai sudah terbiasa melayani meriam kaliber besar dan arteleri pertahanan udara milik Jepang. Ada sekitat 200 orang pasukan Sriwijaya ditempatkan TKR di benteng Kedung Cowek untuk mempertahankan wilayah pantai Surabaya.

Tentara sekutu masuk dengan kendaraan tempur modernnya tank sherman
Sekutu dikejutkan serangan pasukan Sriwijaya
Tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 dari Divisi 23, yang berkekuatan sekitar 5.000 tentara mendarat di pantai Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Aulbertin Walter Sothern Mallaby tiba di Surabaya. Pasukan Mallaby langsung mendirikan delapan pos pertahanan di Surabaya.

Terjadi dua fase pertempuran yang di Surabaya, fase pertama tanggal 28 - 29 Oktober 1945 dimana hasil akhirnya sekutu terdesak oleh serbuan TKR dan rakyat Indonesia di seluruh sudut kota Surabaya. Dan fase kedua, yaitu pertempuran besar antara pemuda dengan pasukan sekutu pada tanggal 10 November sampai dengan Desember 1945.

Difase kedua inilah saat kapal - kapal perang Inggris yang terdiri dari HMS Glenroy, HMS Princess Beatrix, HMS Waveney, HMS Loch Glendhi, HMS Cavallier, HMS Lochgorm, HMS Sussex, HMS Carron, dan HMS Ekma dikejutkan dengan adanya perlawanan sengit menggunakan meriam dan artileri udara dari arah timur pelabuhan tempat mereka melego jangkar yang berasal dari pantai sekitar Kedung Cowek berada.

Tembakan-tembakan meriam tersebut sangat terarah dan memiliki kualitas tembakan bagus, sehingga Inggris menduga jika tembakan tersebut dilakukan oleh tentara Jepang yang belum menyerah dan menyebutnya sebagai para penjahat perang (War Criminals).

Meriam seperti inilah yang rata-rata mengisi batrei pertahanan pantai Surabaya saat itu
Begitu gencarnya serangan tersebut hingga Inggris memutuskan untuk melakukan serangan dan membombardirnya. Pasukan Siliwangi yang sudah pengalaman menghadapi serangan dari meriam-meriam kapal Amerika dan Australia saat di Morotai tentu sudah terbiasa dan tidak gentar. Mereka putuskan untuk menghadapi pasukan Inggris sampai titik darah penghabisan. Karena sudah terbiasa menggunakan artileri pertahanan udara, pasukan Sriwijaya berhasil merontokkan dua pesawat tempur Inggris dan jatuh.

Inggris tersadar mereka sedang tidak menghadapi milisi tapi organisasi paramiliter bekas bentukan Jepang yang terbiasa melayani meriam kaliber besar. Inggris kemudian mengirim pasukan infanteri dalam jumlah besar untuk menjatuhkan benteng Kedung Cowek.

Korban kedua belah pihak berjatuhan sampai akhirnya sebanyak 200 orang pasukan Sriwijaya tewas ditangan Inggris. Sisa-sisa Batalyon Sriwijaya yang mundur lantas meleburkan diri ke Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Batalyon Djarot (Djarot Subijantoro) untuk bergerilya di luar kota.

Perlawanan Batalyon Sriwijaya baru berakhir pada 27 November 1945 setelah benteng itu diduduki Inggris. Catatan Public Record Office No. 172/6965 X/5 1512 dalam ISUM tertanggal 27 November melaporkan, tentara Inggris mendapati 400 ton peluru meriam yang belum sempat ditembakkan. 

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber :
1. http://www.inilahduniakita.net/2016/08/indonesia-di-bawah-pendudukan-jepang.html
2. http://archive.rimanews.com/budaya/peradaban-sejarah/read/20151128/247859/Benteng-Kedungcowek-Jadi-Saksi-Bisu-10-November
3. http://wawasansejarah.com/pertempuran-surabaya/
4. Nanang Purwono. 2011. Benteng Benteng Soerabaia. Surabaya.
5. https://surabayahistoricalcommunity.wordpress.com/category/arsitektur/page/3/

Aksi Pierre Tendean memimpin pasukan katak menyusup ke Malaysia

Aksi Pierre Tendean memimpin pasukan katak menyusup ke Malaysia

Pierre Tendean
Kapten (Anumerta) Pierre Andreas Tendean yang merupakan satu dari 7 perwira TNI AD yang menjadi korban  keganasan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965, merupakan sosok prajurit yang tangguh, cerdas, loyal dan memiliki naluri intelijen tajam sehingga dipilih untuk menjadi ajudan khusus Jenderal A.H Nasution dan keluarganya.

Tidak banyak yang tahu selama  masa konfrontasi RI - Malaysia, perwira muda ini pernah dikirim ke Malaysia melakukan aksi infiltrasi untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait kekuatan militer Inggris dan Malaysia dengan menyamar sebagai turis.

Kisah penyusupan Pierre ke wilayah Malaysia ini tertulis di buku "Kopaska, Spesialis Pertempuran Laut Khusus" yang dibuat untuk memperingati 50 tahun Kopaska.

Dalam buku tersebut, kisah diawali dari datangnya sepucuk surat perintah yang diterima oleh Letnan Dua Czi Andreas Perre Tendean  di Medan, Sumatera Utara yang berisi perintah mengikuti pendidikan intelijen di Bogor tahun 1963. Saat itu Pierre masih menjabat komandan peleton di Batalyon Zeni Kodam II/Sriwijaya.

Pada masa itu, situasi negara sedang dalam keadaan genting paska digelorakannya perlawanan Presiden Soekarno yang  menentang berdirinya negara Federasi Malaysia karena dianggap sebagai negara boneka bentukan Inggris. Dia tidak ingin Malaysia dijadikan sebagai basis pangkalan militer oleh Inggris yang saat itu sedang berkecamuk perang dingin antara Uni Soviet melawan Amerika dan sekutunya.

Untuk menghalangi terbentuknya negara Malaysia, Soekarno menggerakan kekuatan militer yang dikamuflase sebagai sukarelawan dan disusupkan ke perbatasan Malaysia terutama melalui Sabah dan Sarawak. Disinilah Pierre dengan tim elit pasukan katak TNI AL yang dikomandaninya ikut menyusup dan terlibat dalam misi sabotase dengan menyasar jaringan pipa air minum Malaysia. Saat itu TNI mempercayakan padanya memimpin pergerakan pasukan intelijen di basis Y yang meliputi Malaka dan Johor.
Presiden Soekarno saat inspeksi pasukan
Sebagai prajurit berkemampuan intelijen tempur, Pierre cukup piawai karena berhasil menyusup ke Malaysia sebanyak dua kali dengan menyamar sebagai turis. Sosoknya yang berpawakan mirip bule tentu bukan hal sulit baginya untuk melakukan penyamaran. Namun naas, di aksi penyusupannya yang ketiga kali, speedboat yang dikemudikannya kepergok kapal penghancur Inggris (Destroyer) lalu mengejarnya. Beruntung dia dengan sigap dapat membelokkan arah speedboat lalu menceburkan diri ke laut menuju kapal nelayan. Selama berada di bawah kapal nelayan, dengan hati-hati Pierre memegangi perahu tersebut dengan kondisi badan terbenam di air seluruhnya. Hal ini agar si nelayan tidak sadar jika perahunya terdapat seseorang yang sedang menyelamatkan diri dari kejaran kapal perang Inggris.

Speedboatnya sempat digeledah oleh Inggris, namun karena hanya dijumpai seorang pengemudi sendirian dan tidak mencurigakan, maka pihak Inggris melepas speedboat tersebut dan menghentikan pengejaran.

Sejarah mencatat keberhasilan tim siluman yang dikomandoi oleh Pierre ini selama menjalankan misi rahasia di Malaysia, hingga aksinya terdengar sampai wilayah Kuala Lumpur.

Tidak hanya itu, aksi Pierre ini juga terdengar sampai telinga para jenderal TNI AD sehingga berusaha memperebutkan Pierre sebagai salah satu ajudan pribadinya, namun yang berhasil mendapatkan Pierre dalam seleksi tersebut adalah Jenderal AH. Nasution.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
Membongkar Pemasok Senjata OPM, Kopassus Sergap Intelijen Asing di PNG

Membongkar Pemasok Senjata OPM, Kopassus Sergap Intelijen Asing di PNG

Prajurit TNI sedang patroli ralasuntai
Tidak sia-sia TNI memiliki pasukan khusus sekaliber Special Air Service (SAS) Inggris yang sudah teruji kemampuannya di segala medan. Bahkan SAS sendiri pernah berhadapan langsung dengan Kopassus di pedalaman hutan Kalimantan Barat tahun 1965 saat terjadi Konfrontasi RI – Malaysia pada masa Dwikora.

Ternyata tidak hanya SAS Inggris yang pernah berhadapan langsung dengan Kopassus, di PNG intelijen Australia pernah kena sergapan tim Kopassus yang dikirim oleh Jakarta untuk membuktikan jika persoalan Papua ada campur tangan asing yang secara diam-diam memasok senjata untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Operasi khusus penyergapan ini bermula ketika salah satu pos TNI yang berlokasi di Muaratami, Kabupaten Jayapura mendapat serangan dadakan dari OPM yang berjumlah 14 orang.  Sedangkan saat itu terdapat 16 prajurit TNI yang sedang bersiaga dari Yonif 712 Kodam Merdeka. Pasukan TNI ini sudah ditempatkan di pos tersebut sejak Mei 1984 untuk mengamankan Muaratami. Namun pada 2 Oktober 1984 sekitar pukul 16.30 WITA, pasukan TNI yang berjaga di pos itu mendapat serangan dadakan dari OPM dan peristiwa serangan inipun disiarkan langsung oleh Radio Australia.

Selama kontak tembak, pasukan TNI berhasil menjepit OPM dan mengenai salah satunya hingga tewas, sedangkan sisanya melarikan diri ke hutan meninggalkan temannya yang tertembak. Saat diperiksa mayatnya, terdapat senjata AKS-74 buatan Soviet dan bom tangan dimana semuanya masih tergolong baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan di sejumlah petinggi TNI tentang asal usul senjata-senjata itu sehingga harus dilakukan penyelidikan mendalam.

Setelah TNI melakukan penyelidikan, Pangdam Cendrawasih Brigjen Raja Kami Sembiring Meliala mendapatkan laporan intelijen jika terdapat helikopter asing yang berlalu lalang dengan pintu terbuka di daerah PNG dekat kamp pelintas batas Blackwater sekitar Vanimo. Saat melintas helikopter tersebut diketahui menjatuhkan sesuatu dari balik pintu seperti kardus makanan, selain itu juga didapati peti panjang yang diduga berisi senjata. Yang tidak lazim adalah penumpang didalamnya semuanya berkulit putih dan bukan orang asli Papua atau PNG. Hal inilah yang menjadikan kecurigaan TNI semakin kuat jika ada campur tangan asing di Papua dan harus dibuktikan. 

Pada masa itu, Australia memang diketahui kerap "usil" dengan Indonesia dan diam-diam memberikan dukungan terhadap kelompok separatis OPM. Mereka menjadikan OPM sebagai alat untuk menyerang TNI dan mengacaukan situasi di Papua agar terkesan tidak kondusif. Tidak hanya itu, secara politis kebijakan mereka juga ada kecenderungan untuk "membela" kelompok tersebut. PNG yang wilayahnya dijadikan Australia sebagai lokasi penurunan logistik untuk kelompok separatis Papua dimintai penjelasan oleh pemerintah RI, namun jawabannya tidak tahu menahu terkait aktifitas militer Australia di wilayahnya apalagi jika dikaitkan dengan pengiriman senjata kepada OPM.

Melihat kekeuh-nya PNG yang tidak mau memberikan penjelasan konkrit tentang aktifitas militer negara lain di wilayahnya, Pangdam Cendrawasih kemudian melaporkan permasalahan ini ke Mabes TNI yang saat itu masih bernama ABRI. Panglima ABRI Jenderal LB Moerdani kemudian memerintahkan salah satu pasukan komando yaitu Detasemen 81 Kopassus dan menunjuk Mayor Inf Prabowo Subianto untuk membentuk tim kecil dan dikirim ke perbatasan PNG guna mencari tahu negara mana yang diam-diam memberikan bantuan militer ke OPM.

Dari Jayapura tim kecil komando tersebut kemudian diterbangkan menggunakan helikopter menuju suatu tempat dan mereka melanjutkan misi menggunakan perahu karet ke suatu titik lokasi di wilayah PNG sekitar 50 Km dari tapal batas perbatasan RI - PNG. Hal ini untuk menghindari terdeteksinya unit kecil komando dari pantauan otoritas PNG yang dianggap kurang kooperaktif dengan Indonesia.

Operasi ini dinilai cukup berbahaya mengingat jalur yang dilintasi oleh pasukan komando memiliki banyak rintangan alam dan ketika mereka mencoba melewati jalur laut salah satu personel mereka mengalami luka cukup parah karena mempertahankan perahu dari ganasnya terjangan ombak. Apalagi mereka bergerak pada dini hari dengan jarak pandangan terbatas. Sesampainya di daratan, mereka kemudian segera mencari titik-titik lokasi yang dicurigai sebagai lokasi penimbunan senjata. Akan tetapi dihari pertama penantian mereka, hasilnya masih nihil sehingga mereka harus bersabar menunggu mangsa mereka muncul dengan terus melakukan pengendapan.

Setelah menunggu selama dua hari dua malam, akhirnya mangsa yang ditunggu muncul dengan cara sembunyi-sembunyi. Dua orang kulit putih muncul dari balik rimbunnya hutan PNG. Mereka tanpa sadar melintasi posisi pasukan Kopassus yang sedang mengintainya. Tanpa membuang waktu, kedua bule ini pun disergap. Setelah diperiksa dan diinterogasi, keduanya mengakui sebagai agen rahasia Australia.

Mereka juga menunjukkan lokasi tempat dimana helikopter milik Australia yang memasok senjata dan amunisi untuk OPM. Kedua agen Australia itu kemudian dibawa secara rahasia ke wilayah Papua, Indonesia. Kemudian, keduanya ditahan di Jakarta. Pemerintah Indonesia memberitahukan kepada Pemerintah Australia soal keterlibatan agen Negeri Kanguru itu dalam memasok senjata untuk OPM di wilayah PNG. Beberapa bulan kemudian, keduanya diekstradisi ke Australia.

Penyergapan yang dilakukan oleh pasukan khusus Indonesia ini sangat mengejutkan pihak Australia karena tidak menyangka jika operasi intelijen yang mereka gelar akan terbongkar dengan ditangkapnya dua agen mereka di PNG. Sedangkan bagi Indonesia, operasi intelijen diluar teritorial Indonesia ini merupakan suatu keberhasilan TNI dalam melakukan kontra intelijen melawan pihak-pihak yang dianggap membahayakan kedaulatan NKRI.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
Kedung Cowek,Satu-satunya Benteng Pertahanan Pantai Belanda yang Tersisa di Surabaya

Kedung Cowek,Satu-satunya Benteng Pertahanan Pantai Belanda yang Tersisa di Surabaya

Benteng utama Kedung Cowek, pada bagian atasnya adalah bekas dimana meriam-meriam pantai diletakkan, sedangkan gedung sisi kanan terdapat lubang kamar tempat amunisi meriam disuplai
Tidak banyak yang tahu jika di pesisir pantai utara Surabaya berdiri sebuah benteng kuno dengan tujuh bangunan beton cor kokoh bekas peninggalan zaman kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan benteng Kedung Cowek. Lokasinya tidak jauh dari jembatan Suramadu, sekitar 300 m dari gerbang pintu masuk dan cukup dekat dengan terminal Kedung Cowek (Bersebelahan).

Untuk memasuki kawasan benteng harus ijin ke pos penjagaan yang dijaga anggota TNI AD dari Paldam V/Brawijaya, mengingat kawasan tersebut dulunya adalah area terbatas yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan amunisi TNI AD. Tapi semenjak ada pembangunan jembatan Suramadu, seluruh amunisi dipindahkan ke tempat lain.
Meski sudah bukan tempat penyimpanan amunisi, tapi masih terbatas untuk umum
Saat pertama kali memasuki areal benteng, sepintas kita tidak akan tahu jika dibalik semak belukar terdapat sebuah bangunan kuno yang kokoh dimana dulunya dijadikan sebagai benteng pertahanan pantai atau pesisir oleh Belanda.

Bentuknya kotak membujur kesamping mengikuti alur garis pantai dan tertutup lebatnya semak belukar serta pepohonan. Jika ingin mendekati areal tersebut harus hati-hati karena menurut warga dan penjaga pos, disekitar benteng masih ditemukan binatang berbisa seperti ular dan binatang melata lainnya. Jadi wajib menggunakan celana panjang dan sepatu.

Posisi benteng menghadap ke arah pantai dan terdapat dua anak tangga dibagian sisi dalamnya mengarah keatas dimana ada sebuah landasan dari beton cor yang sangat kuat. Di bawah landasan terdapat lubang menjorok kedalam. Menurut informasi landasan tersebut adalah tempat meriam anti kapal ditempatkan, sedangkan lubang yang ada dibawahnya adalah tempat meletakkan amunisi meriam yang juga bisa dijadikan sebagai tempat perlindungan sementara jika benteng mendapat serangan balas.
Fort Pasir Panjang di Singapura memiliki konstruksi bangunan yang sama dengan Kedung Cowek Surabaya
Ady Setiawan pendiri komunitas sejarah Rooder Borg Soerabaia menceritakan jika benteng-benteng ini dibangun oleh Belanda pada abad 19 akhir yang difungsikan sebagai salah satu alat pertahanan pantai Belanda untuk melindungi jalur perdagangan mereka seperti pelabuhan dan pantai Surabaya.

"Belanda memiliki banyak pemasukan (Hasil bumi) dari Surabaya sehingga penempatan benteng-benteng ini bertujuan untuk menjaga pelabuhan milik Belanda yang jadi jalur keluar masuk kapal" terangnya.
Salah satu bunker pertahanan Belanda di Kedung Cowek mirip Pillboxes yang rata-rata digunakan untuk menempatkan senapan mesin
Benteng-benteng tersebut jika disusuri ternyata tidak berdiri sendiri, ada yang menyambung kesamping dan ada yang terpisah, tapi keseluruhannya saling mendukung. Misalkan pada bangunan ketiga memiliki konstruksi berbeda yakni melingkar dengan landasan rel di permukaannya. Diyakini bangunan ini dulunya ditempatkan sebuah artileri pertahanan udara dan fungsi bantalan rel sebagai lajur artileri saat digeser posisinya. Kemudian pada bangunan sebelah kanannya  terdapat benteng dengan lubang perlindungan memanjang layaknya Pillboxs mirip benteng pertahanan yang terdapat di Normandy saat sekutu menyerang Jerman pada Perang Dunia II. Jika benar, maka kemungkinan besar di bangunan tersebut pernah ditempatkan penjagaan dengan senapan mesin untuk menyerang pasukan pendarat musuh.
Masih asli, seorang pegiat sejarah sedang menunjuk lubang-lubang bekas tembakan yang mengenai dinding
Yang unik dari benteng Kedung Cowek yaitu adanya lubang-lubang bekas tembakan tentara sekutu masih tampak jelas saat menembaki pasukan Sriwijaya yang bertahan pada benteng tersebut. Bahkan saat infokomando.com mencoba melongok salah satu ruangan dalam benteng ditemukan lubang bekas tembakan lebih dari 10 buah searah dengan pintu masuk. Diduga dalam ruangan ini pernah terjadi pertempuran jarak dekat antara pasukan Sriwijaya dengan tentara sekutu. Dalam pertempuran di Kedung Cowek ini, perlu waktu 17 hari bagi tentara sekutu untuk bisa menduduki dan menguasai benteng yang dijaga mati-matian oleh pasukan Sriwijaya.

Tak terawat, vandalisme dimana-mana
Jika di Singapura benteng-benteng peninggalan kolonial Belanda nan megah tersebut masuk sebagai salah satu bangunan bersejarah yang dilindungi, hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Surabaya. Sebagai kota pahlawan, Surabaya tidak memiliki banyak destinasi wisata yang bernilai sejarah. Bahkan tidak sedikit gedung-gedung yang memiliki nilai sejarah tinggi terbengkalai seperti tak terurus. Contohnya benteng Kedung Cowek, sangat disayangkan hampir sebagian besar tembok bangunan bersejarah itu dipenuhi dengan coretan vandalisme dimana-mana. Tidak hanya dibagian luar saja, dibagian dalam juga tidak luput dari ulah jahil sejumlah anak-anak muda yang tidak paham nilai-nilai sejarah. Jika diperhatikan dari bau catnya, tindakan vandalisme tersebut masih tergolong baru.
Kondisi bangunan yang tertutup semak belukan membuatnya tak terlihat dari arah pantai
Tidak cuma itu, bangunan yang dulunya kokoh dan megah itu kini tampak tak terawat dan nyaris seluruh bagian luarnya tertutup semak belukar dan pepohonan liar. Sehingga jika diperhatikan dari pantai sama sekali tak terlihat jika dibalik lebatnya tanaman berdiri sebuah benteng bekas peninggalan Belanda.

Tidak hanya coretan vandalisme, entah bagaimana ceritanya hampir seluruh pintu-pintu benteng yang terbuat dari baja asli, kini hilang tak diketahui rimbanya. Bahkan beberapa bagian benteng nyaris tertimbun tanah.

Sinergitas Pemkot dan TNI diperlukan untuk membangun Kedung Cowek 
Mengingat benteng yang dibangun Belanda pada akhir abad 19 ini menyimpan banyak nilai sejarah terutama untuk mengingat peristiwa pertempuran 10 November 1945, Ady yang didukung oleh seluruh komunitas pecinta sejarah seperti Roode Borg Soerabaia, Surabaya Heritage Society, Sarekat Pusaka Surabaya, dan Love Suroboyo berharap Pemkot Surabaya bisa bersinergi dengan menggandeng TNI khususnya Kodam V/Brawijaya untuk merevitalisasi Kedung Cowek menjadi salah satu destinasi wisata sejarah di Surabaya yang menarik.
Ady Setiawan saat menunjukkan cetak biru benteng-benteng peninggalan Belanda di Surabaya
"Kami berharap ini bisa mengedukasi warga Surabaya jika disini (Kedung Cowek) pernah terjadi pertempuran hebat antara pasukan Sriwijaya dengan Inggris. Kita bisa mencontoh Singapura yang menjadikan benteng peninggalan Belanda sebagai pusat edukasi sejarah lengkap dengan dioramanya." jelasnya kepada infokomando.com.
Komunitas pegiat sejarah Surabaya melakukan penelusuran sejarah benteng Kedung Cowek
Sependapat dengan pendiri Roode Borg Soerabaia, Danramil Kenjeran Mayor Inf N. H. Irianto melihat ini sebagai sebuah masukan positif demi mengedukasi warga Surabaya dan tentang larangan warga keluar masuk kawasan tersebut, Irianto menjelaskan jika pihaknya tidak melarang akan tetapi harus izin ke Paldam atau Koramil Kenjeran.

"Kami tidak melarang, tapi harus izin ke Paldam atau Koramil Kenjeran." katanya.

Benteng Kedung Cowek :

Benteng Kedung Cowek adalah satu-satunya benteng peninggalan kolonial Belanda yang dijadikan sebagai salah satu basis pertahanan pantai Belanda untuk melindungi jalur perdagangan miliknya yaitu pelabuhan dan pantai Surabaya. Pada pertempuran 10 November 1945, benteng ini menjadi lokasi pertempuran dahsyat antara pasukan Sriwijaya dengan tentara Sekutu. Dari sekian banyak benteng yang pernah dibuat Belanda di Surabaya, Gresik dan Madura, hanya Kedung Cowek yang tersisa dan tampak utuh. 

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
Operasi Permadani : Upaya Indonesia Menyelundupkan Ribuan Senjata ke Mujahidin Afghanistan

Operasi Permadani : Upaya Indonesia Menyelundupkan Ribuan Senjata ke Mujahidin Afghanistan

Perang Soviet – Afghanistan yang berkecamuk pada tahun 1979 – 1989 antara pemerintahan Afghanistan dengan gerilyawan mujahidin telah menyeret banyak negara-negara besar untuk terlibat didalamnya. Saat itu Soviet yang komunis mati-matian berusaha mempertahankan pemerintahan Afghanistan yang pro Marxis – Lenin (Komunis) dari perlawanan para gerilyawan mujahidin yang didukung Amerika Serikat (AS), Pakistan dan beberapa negara anti Soviet lainnya.

Sedangkan bentuk dukungan yang diberikan oleh AS, Pakistan dan lainnya berupa pendanaan, pelatihan militer sampai dengan persenjataan.

Soviet yang mengetahui adanya dukungan negara barat dan sekutunya terus meningkatkan kekuatan militer serta berusaha menduduki pos – pos penting yang dikuasai para gerilyawan termasuk memutus jalur logistik yang dimiliki.

Berbagai operasi intelijen digelar oleh AS untuk memperkuat perlawanan para mujahidin salah satunya dengan menyelundupkan senjata yang dimiliki melalui jalur udara. Meskipun bantuan tersebut bersifat rahasia akan tetapi pada kenyataannya upaya AS selalu diketahui Soviet karena jenis persenjataan yang dikirim terlalu mencolok.

Beberapa kali pesawat tempur dan helikopter Soviet rontok disengat rudal anti pesawat jenis Stinger buatan AS dimana rudal anti pesawat tersebut diketahui berada ditangan para gerilyawan mujahidin.
Gerilyawan mujahidin saat memamerkan rudal anti pesawat buatan AS jenis Stinger
Indonesia membuka operasi intelijen untuk suplai persenjataan ke Mujahidin
Diluar AS, perjuangan para mujahidin melawan pasukan Soviet ternyata juga menarik perhatian Indonesia untuk ikut aktif terlibat memberikan bantuan persenjataan. Tepat tanggal 18 Februari tahun 1981, pihak Indonesia mengadakan pertemuan dengan petinggi militer Pakistan di Islamabad yang diwakili oleh L.B Moerdani didampingi Paban VIII Staf Intel Hankam Kolonel Kav Teddy Rusdy untuk membicarakan teknis pengiriman bantuan persenjataan kepada mujahidin.
Para gerilyawan mujahidin terlihat menggunakan senjata AK-47
Total ada ribuan jenis senjata yang siap dikirim dengan operasi intelijen berkedok kemanusian dimana senjata-senjata tersebut kemudian dimasukan ke dalam peti palang merah dan ditutup selimut serta obat-obatan. Militer Indonesia kemudian memberi nama operasi intelijennya dengan sandi Operasi Permadani.

Saat itu banyak stok persenjataan eks Soviet yang dimiliki militer Indonesia paska Trikora seperti AK47, STTB (Senjata Tanpa Tolak Balik) dan mortir. Dimana semua senjata tersebut tersimpan rapi diseluruh jajaran matra TNI. Sehingga dengan begitu bagi militer Indonesia membentuk kekuatan setingkat dua batalion di Afghanistan tidak akan sulit.

Sedangkan pesawat yang digunakan untuk mengangkut persenjataan tersebut adalah jenis Boeing B707 milik Pertamina yang dioperasikan oleh Pelita Air. Namun sebelum dikirim, semua persenjataan dirubah terlebih dahulu nomor registrasinya agar tak dapat diidentifikasi. Sehingga, apabila senjata jatuh ke tangan pihak Soviet mereka akan mengira jika semua senjata itu adalah milik mereka sendiri yang dirampas mujahidin.

Diakui atau tidak, kemampuan intelijen Indonesia pada masa itu memang cukup disegani, pasalnya tidak sedikit operasi rahasia yang digelar pemerintah Indonesia kala itu baik skala nasional maupun internasional banyak mencapai keberhasilan.
Tedjo Edhi Purdijatno: Mengenang Warisan Ir. Djuanda Kartawidjaja

Tedjo Edhi Purdijatno: Mengenang Warisan Ir. Djuanda Kartawidjaja

Sejarah ialah cerita-cerita hebat yang pernah diperjuangan oleh siapapun pada masanya, tidak terkecuali Ir Djuanda. Seorang pria keturunan Pasundan Jawa Barat adalah salah satu tokoh yang menginisiasi lahirnya nama "Negara Kepulauaan." Berkat semangat dan kontribusinya ia begitu dikenang oleh para insan Maritim hingga saat ini.

Menurut Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhi Purdijatno, "Sumbangan terbesar pada masanya ialah Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember tahun 1957 yang menegaskan bahwa laut Indonesia adalah laut diantara pulau-pulau yang berada dalam satu kesatuan di wilayah NKRI. Ir Djuanda telah menunjukkan tekadnya untuk mempersatukan Indonesia dari laut dan pulau-pulau di nusantara," tandasnya

Sebagai sosok sederhana, santun dan visoner Ir Djuanda tidak memiliki ambisi untuk berpolitik praktis, "walaupun pada masa hidupnya,  ia pernah di percaya menjadi Menteri pada era Soekarno.
Karena bagi Ir Djuanda, politik ialah instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas Tedjo Edhi Purdijatno di Universitas Muhammadiyah Malang.

Selain memperkuat sektor laut,  ia juga menggagas prinsip-prinsip negara kepulauan. Karena hal ini akan menjadi pondasi yang dapat mempersatukan dan memperkuat nilai tawar NKRI di mata dunia internasional.

Tedjo Edhi Purdijatno menambahkan, "Negara ini memiliki tantangan besar dalam mewujudkan misi Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,  untuk itu perbatasan laut dan pulau-pulau di Indonesia harus lebih diperkuat keamanannya,” tutup Menkopolhukam RI ke 12 ini.

***
Foto : Istimewa
Penulis : Edi
Sumber : Infokomando
Super Semar, Senjata Ampuh Menghancurkan PKI

Super Semar, Senjata Ampuh Menghancurkan PKI

Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar merupakan surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno tanggal 11 Maret 1966 untuk memulihkan keamanan dan ketertiban wilayah paska terjadinya peristiwa G30S/PKI.

Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Namun oleh Soeharto surat tersebut digunakan untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) atas desakan rakyat dari golongan agama, akademisi dan masyarakat yang tidak ingin PKI berkuasa di Indonesia.

Pasalnya, negara dibawah kekuasaan PKI dianggap telah melakukan banyak penyimpangan salah satunya korupsi yang merajalela. Sehingga harga sembako menjadi mahal dan perekonomian anjolk akibat inflasi.
Keluarnya Supersemar
awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor.

Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).

Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Mahasiswa demo minta PKI dibubarkan
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.
Kehebatan Korps Speciale Troepen Belanda Yang Menginspirasi Lahirnya Kopassus

Kehebatan Korps Speciale Troepen Belanda Yang Menginspirasi Lahirnya Kopassus

Siapa yang tidak kenal dengan pasukan khusus satu ini? Dengan loreng khas darah mengalir dan baret merahnya, tentu orang dapat langsung menebak jika itu adalah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.

Kopassus, merupakan salah satu Bala Pertahanan Pusat (Balakpus) yang dimiliki TNI AD dengan tugas khususnya yaitu melakukan operasi pengintaian jarak jauh, misi sabotase dan menghancurkan sasaran strategis terpilih yang dapat mempengaruhi psikologis musuh.

Menggerakkan Kopassus tidak seperti menggerakkan pasukan reguler, karena fungsi dan sifatnya yang khusus maka hanya Panglima TNI yang bisa menggerakkannya. Begitu juga dengan formasi tempurnya, jika pasukan reguler bergerak dalam hubungan regu dengan jumlah personel 10 - 11 orang, maka Kopassus bisa bergerak dalam hubungan tim kecil yaitu 3 - 4 orang.

Doktrin dan tempaan yang kuat selama menjalani pendidikan maupun latihan membuat mental prajurit Kopassus terlatih dan tidak mudah kendor. Bahkan, doktrin yang ditanamkan sehari-hari cenderung membuat mereka seperti mesin perang mematikan yang siap dikirim ke berbagai wilayah konflik. 

Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus yang dulunya masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) kerap terlibat dalam berbagai operasi dalam negeri maupun luar negeri, seperti operasi penumpasan DI/TII, operasi militer  PRRI/Permesta, operasi Trikora, operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, dan yang terbaru pembebasan sandera di kampung Banti Timika Papua.
Selain operasi yang bersifat terbuka, Kopassus juga pernah dilibatkan dalam operasi tertutup (rahasia) seperti menyusup ke pulau Galang Batam, dimana pulau tersebut adalah tempat para pengungsi asal Vietnam yang melarikan diri paska perang saudara antara Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan tahun 1979. Disana tim kecil Kopassus secara diam - diam melakukan pendekatan dan menggali informasi yang dibutuhkan oleh Central Inteligent Agency (CIA) AS. Selain di Pulau Galang, Kopassus pernah disusupkan ke Malaysia dan Australia untuk pengumpulan data intelijen yang diperlukan TNI. Begitu juga operasi Kopassus di Papua Nugini, yakni menangkap dua agen rahasia Australia yang secara diam-diam mensuplai persenjataan kepada Organisasi Papua Medeka (OPM).

Banyaknya operasi khusus yang dilakoni Kopassus dimana semuanya berbuah keberhasilan tentu menjadi suatu penilaian tersendiri dan menempatkan Kopassus sebagai salah satu pasukan khusus dengan kemampuan terbaik di dunia.

Terinspirasi Korps Speciale Troepen (KST)
Awal mula berdirinya Kopassus berasal dari keinginan A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi yang ingin memiliki pasukan khusus sehebat Korps Speciale Troepen (KST) yaitu pasukan komando milik Belanda yang dikerahkan untuk menghadapi pasukan TNI di Maluku. Saat itu TNI yang belum memiliki pasukan khusus mengaku kesulitan menghadapi serangan-serangan KST yang begitu cepat dan terorganisir kemudian menghilang begitu saja. Tidak hanya itu, kemampuan menembak jarak jauhnya juga cukup piawai sehingga tidak sedikit TNI harus kehilangan prajuritnya.

Sekembalinya dari operasi penumpasan RMS di Maluku, Kolonel A.E. Kawilarang kemudian dilantik menjadi Panglima  Territorium III/Siliwangi. Selagi menjabat sebagai Panglima Territorium III/Siliwangi, Ia ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Riyadi yang gugur saat menghadapi RMS untuk memiliki pasukan khusus serupa dengan KST. Namun Kolonel A.E. Kawilarang bingung, karena tidak tahu siapa yang sanggup melatih pasukannya agar berkualifikasi komando. Hingga akhirnya dia mendengar adanya seorang mantan pasukan komando KST yaitu Kapten Rokus Bernardus Visser yang pensiun dini dan menetap menjadi WNI.
Kapten Visser yang sudah berganti nama menjadi Moch Idjon Djanbi dan menjalani hidup tenang sebagai petani bunga di Lembang kemudian dibujuk untuk melatih embrio pasukan khusus TNI dengan dirinya sebagai Komandan berpangkat Mayor. Tepat pada  16 April 1952, kesatuan pasukan komando tersebut akhirnya resmi terbentuk dan berdiri dengan nama Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT) dimana jumlah kekuatannya setingkat satu kompi.

Keberhasilan pasukan Komando Siliwangi di bawah pimpinan Mayor Idjon Djanbi ketika melumpuhkan gerakan pemberontakan DI/TII telah menarik perhatian Jakarta. Markas Besar TNI AD kemudian mengembangkannya menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 9 Februari 1953. Saat menghadapi pemberontakan DI/TII, Idjon Djanbi sempat terluka sehingga perannya dalam penumpasan digantikan oleh Mayor RE Djailani.

Seiring dengan berjalannya waktu, Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan setingkat resimen sehingga namanya berubah menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mayor Idjon Djanbi.

Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer ini telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
Sejarah Terbentuknya Tentara Pembela Tanah Air (PETA)

Sejarah Terbentuknya Tentara Pembela Tanah Air (PETA)

Tentara PETA saat latihan
Tentara sukarelawan Pembela Tanah Air atau yang disingkat PETA adalah kesatuan paramiliter yang dibentuk oleh Jepang dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Tentara PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat  Osamu Seirei No. 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Letnan Jendral Kumakichi Harada. Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer Bogor yang diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai.

Awal Mula Terbentuknya PETA
Sebelumnya, Jepang terlibat dalam perang sengit di Pasifik melawan tentara sekutu hingga akhirnya pasukan Jepang terjepit dan kekurangan personel. Kemudian pada bulan September 1943, Raden Gatot Mangkupradja memberikan masukan kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang)  agar memberikan kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk dilibatkan dalam perang pasifik membantu Jepang melawan sekutu.

Masukan Gatot ini kemudian direspon oleh Jepang dengan mengeluarkan sejenis maklumat bernama Osamu Seirei No. 44 yakni tentang pembentukan tentara sukarela atau yang disebut Gyugun cikal bakal PETA. Selain Gatot, ada 10 ulama seperti yang  dimuat pada koran "Asia Raya" pada tanggal 13 September 1943, juga ikut mengusulkan pembentukan tentara sukarela untuk melindungi pulau Jawa (Mansur Suryanegara: Pemberontakan Tentara PETA di Cileunca Pangalengan Bandung Selatan:1996). Kesepuluh ulama tersebut adalah K.H. Mas Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H. Mansur, Guru H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Moh. Sadri. Dengan begitu, maka jelaslah adanya keterlibatan umat Islam dalam pembentukan tentara sukarela yang nantinya menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini. Ciri lain yang memperlihatkan adanya peran Islam adalah panji atau bendera tentara PETA yang berupa matahari terbit (lambang imperium Jepang) dan lambang bulan sabit yang merupakan simbol khilafah Islam di dunia.
Bendera PETA dengan lambang matahari terbit dan bulan sabit bintang.
Para pemuda yang bersedia menjadi tentara sukarela langsung secara selektif dikirim Jepang ke Bogor untuk dilatih kewiraan dan cara berperang. Diantara yang ikut pelatihan sukarelawan ini dan menjadi tokoh besar adalah Kasman Singodimedjo, R. Soedirman, Soedirman, Soesalit, juga Mohammad Mangundiprojo.

Selesai menjalani pendidikan militer yang tergolong singkat yaitu sekitar 18 bulan di Bogor, Jepang kemudian mengembalikan para sukarelawan PETA ke daerahnya masing-masing untuk merekurt dan membentuk pasukannya sendiri yang berasal dari kalangan pribumi.

Pemberontakan Pertama PETA
Pada tanggal 14 Februari 1945, Jepang dikejutkan dengan munculnya pemberontakan PETA di Blitar dibawah pimpinan Shodanco Supriadi dan berhasil membawa kabur sebagian besar perlengkapan tentara Jepang seperti senjata Arisaka dan senapan mesin type 99.
Shodanco Supriadi
Pemberontakan ini didasari atas keprihatinan Supriadi melihat nasib pribumi yang sengsara hidup dibawah kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II berkecamuk. Dengan kebijakan kerja paksa alias Romusha dan mengambil paksa hasil pertanian para petani, tidak sedikit rakyat dirugikan. Tidak hanya itu, Jepang juga kerap menunjukkan sikap rasisnya dan fasis terhadap orang-orang pribumi.

Tidak tahan melihat perlakuan Jepang, tanggal 14 Februari 1945 Pukul 03.00 WIB Supriadi bersama pasukannya melakukan serangan fajar menggunakan mortir dan senapan mesin yang diarahkan ke Hotel Sakura tempat dimana para pimpinan militer Jepang menginap. Namun karena siasat Supriadi sudah bocor sebelumnya dan diketahui oleh polisi rahasia Jepang (Kenpetai), maka upaya Supriadi dan pasukannya gagal.

Alasan lain dipilihnya tanggal 14 Februari 1945, karena pada tanggal tersebut seluruh pemimpin PETA berkumpul mengadakan rapat besar di Blitar. Dengan berkumpulnya pemimpin PETA, Supriadi berharap mereka akan bergabung dan mendukung perjuangan Supriadi menguasai Kota Blitar.
Tentara PETA ketika melakukan upacara pemakaman militer
Gagalnya pemberontakan Supriadi akhirnya membuat 78 Perwira PETA dan prajuritnya di Blitar tertangkap dan ditahan di Jakarta. Sebanyak 6 orang yang terbukti terlibat sebagai penggerak dijatuhi hukuman mati di Ancol pada 16 Mei 1945 dan 6 lainnya dihukum seumur hidup. Sedangkan sisanya dihukum sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Tepat tanggal 18 Agustus 1945 sehari paska diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Jepang mengeluarkan surat perintah tentang pembubaran PETA dan seluruh organisasinya. Maka semenjak itu, PETA secara resmi ditiadakan.


Sekilas PETA :

PETA merupakan organisasi para militer bentukan Jepang yang disiapkan untuk mempertahankan pulau Jawa, Bali dan Sumatera dari serangan Sekutu (Amerika, Inggris, Belanda, Australia dll). PETA juga merupakan cikal bakal terbentuknya TNI setelah sebelumnya terbentuk  Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga akhirnya menjadi TNI. Untuk mengenang perjuangan Tentara PETA, pada tanggal 18 Desember 1995 diresmikan monumen PETA yang letaknya di Bogor.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando
Panglima Besar Soedirman, Pejuang Tangguh Yang Tidak Kenal Menyerah

Panglima Besar Soedirman, Pejuang Tangguh Yang Tidak Kenal Menyerah

Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman (Ejaan EYD : Sudirman) merupakan salah satu pahlawan besar yang telah ikut berjuang dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkraman penjajah. Dengan segala keyakinannya hingga tetes darah terakhir, Jenderal Sudirman bersama pasukannya tidak pernah menunjukkan kata menyerah, bahkan ketika Presiden RI Soekarno mengirim utusannya untuk membujuk Sudirman yang sedang sakit parah namun tetap bergerilya agar kembali ke kota untuk menjalani perawatan intensif tidak berhasil membawa Sudirman kembali.

Sudirman mengaku senang berjuang bersama prajuritnya, sehingga dalam keadaan apapun, Ia tidak akan meninggalkan pasukannya berjuang sendiri. Tekad yang bulat dari Sudirman inilah yang akhirnya memberikan moril kuat bagi prajuritnya untuk terus setia berperang bersama Sudirman.

Sosok yang aktif di Kepanduan
Sudirman adalah sosok yang dikenal agamis karena dibesarkan di lingkungan taat. Dimasa mudanya, Ia aktif dalam berbagai organisasi keislaman seperti Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) sampai dengan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Muhammadiyah. Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi sekaligus kecintaannya pada agama membuat Sudirman dihormati banyak orang.

Selama menjadi Panglima Besar, diberbagai kesempatan Sudirman selalu mengingatkan pada prajuritnya agar senantiasa ingat dengan Tuhan YME dan tidak semena-mena pada rakyat. Sudirman melihat TNI adalah bagian dari rakyat dan besar karena rakyat, sehingga kedekatan antara TNI dan rakyat harus tetap terjalin baik.

Sudirman Melawan PKI Madiun
Ketika TNI sedang gencar-gencanya melawan aksi polisionil Belanda yang dikenal dengan nama Agresi Belanda ke II di Jawa Tengah. Pada 18 September 1948, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya kabar pemberontakan PKI di Madiun dibawah pimpinan Muso.

Presiden Soekarno kemudian memanggil Sudirman dan AH. Nasution ke istana negara di Yogyakarta untuk membicarakan strategi penumpasan PKI. Tidak ketinggalan dalam rapat tersebut juga hadir Sultan Hamengkubuwono IXX.
TNI yang saat itu masih bernama Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), kemudian oleh Sudirman diperintahkan menuju Madiun dibawah pimpinan Letkol Soeharto selaku Komandan Brigade X untuk melakukan penumpasan sekaligus menangkap para tokoh utamanya.

Sesampainya di Madiun, APRI kemudian melakukan pergerakan untuk menyerang kantong-kantong yang diduduki PKI. Dari penyergapan tersebut, APRI berhasil melucuti persenjataan Front Demokrasi Rakyat (Salah satu underbow PKI) dimana dalam tubuh front ini juga ditangkap pentolan PKI seperti Djoko Sudjono, Alimin, Tan Ling Djie, Abdul Madjid, Saiuw Giok Tjan dan Sakirman.

Selanjutnya Sudirman mengirim pasukan Brigade 2 Siliwangi dibawah pimpinan Letkol Sadikin untuk memperkuat pasukan yang ada dan merebut kota Madiun dari tangan Pemberontakan PKI. Sementara itu, Jenderal Sudirman juga mengirim pasukan ke Pati, Kudus dan Blora karena wilayah tersebut juga sebagian dikuasai oleh PKI.

Jenderal Sudirman memberikan waktu kepada pasukan-pasukan yang diutus untuk menumpas Pemberontakan baik di Madiun maupun sekitar wilayah Pati selama kurang lebih 2 minggu. Dalam waktu yang cukup singkat akhirnya pasukan militer Indonesia berhasil menumpas seluruh pemberontakan tersebut. Pemberontakan PKI dapat di tumpas hingga akar-akarnya dan kemudian para tokoh pentolan PKI termasuk Muso ditangkap. Selesainya operasi penumpasan tersebut maka pemberontakan PKI berakhir.

Kisah tentang sulitnya membujuk Sudirman kembali ke kota
Di saat para pemimpin republik sudah kembali ke Ibu Kota (Yogya) pasca peristiwa “Yogya Kembali” 29 Juni 1949, Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman ternyata belum berkenan untuk turun gunung dari medan gerilya.

Hal itu dikarenakan Sudirman masih belum yakin jika Yogya benar-benar aman dari Belanda. Presiden Soekarno beberapa kali menyurati Sudirman namun selalu tidak berhasil membujuknya, begitu pun surat-surat lain dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Kolonel Gatot Soebroto tak satupun yang berhasil.
Sudirman memang sosok yang sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan dan cermat, sehingga wajar jika Ia selalu waspada karena tidak ingin Ia dan pasukannya terjebak dalam siasat licik Belanda untuk yang kesekian kali. Itu sebabnya Sudirman sering memerintahkan ajudan I Kapten Soepardjo Roestam, untuk terus mencari perkembangan informasi tentang keadaan Yogyakarta termasuk kondisi setiap front dari Komandan Brigadenya.

Saat itu Komandan Brigade X Letkol Soeharto juga turut menyambangi basis gerilya Jenderal Soedirman di sebuah hutan dekat Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta, kemudian membujuk Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta, lantaran sangat dibutuhkan kehadirannya di Ibu Kota.

Tanggal 10 Juli 1949, Soedirman akhirnya bersedia turun gunung dijemput langsung oleh Letkol Soeharto untuk diantar menemui Presiden Soekarno.

***
Foto : Istimewa
Penulis : SRM
Sumber : Infokomando